REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk menunda penyaluran dana alokasi umum (DAU). Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai penundaan ini pun akan berdampak secara nasional, baik bagi pemerintah pusat maupun daerah.
“Tentu saja setiap penundaan pembayaran punya dampak. Ini dampak nasional. Bukan cuma pusat, di daerah,” kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (2/9).
JK menjelaskan pembayaran DAU nantinya juga akan disesuaikan dengan persentase dari turunnya anggaran negara. Penurunan anggaran DAU ini akibat pemangkasan anggaran negara.
“Jadi DAU itu tetap dibayar sesuai dengan jatah masing-masing tetapi sesuai juga dengan persentase turunnya anggaran karena DAU itu ada rumusannya, jumlahnya sekian persen dari anggaran nasional. Karena anggaran nasionalnya menurun maka otomatis juga terjadi penurunan karena itu rumusnya. Transfer ke daerah itu kurang lebih harus 26,5 persen. Kalau jumlah anggaran menurun, otomatis secara jumlah juga nominal pasti menurun,” jelas dia.
Kendati demikian, ia menyampaikan pemerintah tetap akan mengupayakan pembayaran gaji ke daerah. Pemerintah pun memprioritaskan akan mengurangi belanja rutin seperti perjalanan, dll.
“Tapi diupayakan DAU yang merupakan gaji atau apa itu akan diberikan. Pasti punya dampak,” kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, penundaan penyaluran dana alokasi umum (DAU) dilakukan untuk mengantisipasi tidak tercapainya penerimaan negara sehingga defisit anggaran tidak melebar. Sri baru saja mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.07/2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016. PMK tersebut ditandatangani Sri pada Selasa (16/8).
Dalam PMK tersebut, pemerintah menunda penyaluran DAU kepada 169 daerah sebesar Rp 19,4 triliun. Beleid ini juga menyebutkan bahwa DAU yang ditunda bisa disalurkan kembali tahun ini, apabila realisasi penerimaan negara mencukupi. Namun jika tidak, akan disalurkan pada tahun anggaran berikutnya.
Sri mengatakan, penundaan DAU ini bukan merupakan bentuk sanksi kepada daerah-daerah karena masih banyaknya dana daerah yang mengendap di bank. Meskipun, dalam beleid ini disebutkan bahwa penentuan daerah dan besaran penundaan DAU didasarkan pada perkiraan kapasitas fiskal, kebutuhan belanja, dan posisi saldo kas di daerah pada akhir 2016.