REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menilai, perlu dilakukan kajian komprehensif sebelum pemerintah menaikan harga rokok. Setidaknya, kata Saleh, perlu kajian ilmiah yang dapat dijadikan sebagai rujukan.
Para perokok harus ditanya secara langsung. "Sejauh ini, banyak orang yang berpendapat bahwa kenaikan harga akan dapat menghentikan kebiasaan merokok dan mengurangi konsumsi rokok. Tetapi, itu baru asumsi umum. Sebelum ada kajian akademiknya, asumsi itu bisa saja salah," katanya, Selasa (23/8).
Saleh mengatakan, jangan sampai harga rokok dinaikkan, para perokok mencari alternatif lain. Bisa saja para perokok justru membeli rokok murah yang diproduksi oleh masyarakat. Kalau itu alternatifnya, berarti target sasaran kenaikan harga rokok untuk mengurangi konsumsi rokok menjadi tidak tepat.
Namun demikian, kenaikan harga rokok diyakini dapat mengantisipasi lahirnya perokok-perokok baru. Harga yang tinggi membuat para calon perokok akan berpikir panjang untuk membeli. Secara faktual, para perokok muda banyak yang belum mapan secara ekonomi.
"Ini bisa melindungi agar anak-anak SD, SMP, dan SMA tidak merokok. Jajan mereka kan tidak cukup untuk beli rokok mahal. Tapi kalau harganya murah, jajan mereka sudah cukup untuk membeli rokok," kata Saleh.