Selasa 23 Aug 2016 08:10 WIB

Ketika Pedagang Lebih Kepincut Sapi Impor

Rep: MgRol81/ Red: Teguh Firmansyah
Daging sapi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Foto: ROL/MGROL72
Daging sapi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lapak-lapak penjual daging di Pasar Kramat Jaya, Jakarta Timur, sudah mulai terlihat sepi pembeli. Waktu menunjukkan pukul 10.30.

Sejumlah pedagang terlihat santai sambil tidur, bersandar di kursi, ada yang memainkan telepon genggamnya atau membersihkan lapak-lapak dari genangan darah daging sapi.

Seorang pria paruh baya yang memakai kemeja lengan pendek sedang asyik membaca koran. Ia adalah Pak Uci, penjual daging yang sudah cukup lama membuka lapak di Pasar Kramat Jaya. "Belakangan ini daging sapi sudah sepi pembeli," keluhnya kepada Republika.co.id

Uci bukanlah pemain utama dalam penjualan daging sapi di pasar tersebut. Ia masih memasok daging dari sesama pedagang lainnya.  Uci mengaku menjual daging antara Rp 115 ribu hingga Rp 120 ribu. Harga tersebut jauh lebih tinggi dari permintaan Presiden Joko Widodo.

Salah satu pemain utama di Pasar Kramat Jaya diketahui adalah Syamsul. Ia bersama anggota keluarganya yang lain menguasai lapak-lapak daging di pasar itu.

Baca juga,  Harga Daging Sapi Masih Jauh dari Permintaan Jokowi.

Dalam satu hari Syamsul memotong empat sampai lima ekor sapi. Ia mampu menjual lima kuintal daging dalam sehari. Menariknya, Syamsul lebih memilih sapi impor dibanding sapi lokal. Kendati harga sapi impor lebih mahal.

Syamsul beralasan kualitas sapi lokal masih di bawah sapi impor. Ia pun memilih tak mengambil  bantuan sapi hidup lokal dari PD Dharma Jaya yang ditujukan untuk menurunkan harga daging. 

“Dulu awal-awal pernah coba ambil ke Dharma Jaya, tapi penjualan tersendat. Jadi rugi saya,” ujar Syamsul saat diwawancarai Republika.co.id, Kamis (18/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement