Senin 22 Aug 2016 13:21 WIB

Kenaikan Harga Rokok Dikhawatirkan Perbanyak Rokok Ilegal

Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen di salah satu ritel, Jakarta, Ahad (21/8). (Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Petugas toko mengambil rokok untuk konsumen di salah satu ritel, Jakarta, Ahad (21/8). (Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menilai wacana kenaikan harga rokok yang mencapai Rp 50 ribu dikhawatirkan akan makin memperbanyak peredaran rokok ilegal. Sementara, dengan harga rokok sekarang ini pun, peredaran rokok ilegal sangat banyak.

Enny mengingatkan, dengan harga Rp 50 ribu per bungkus, akan ada kenaikan cukai yang massif. Padahal, ketika cukai terus naik apalagi secara signifikan, rokok ilegal kian tak terbendung peredarannya.

"Kalau cukai sangat tinggi, produksi rokok ilegal justru akan terus naik," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Ahad (21/8).

Seharusnya, ketika menerapkan cukai, ruh utamanya pengendalian bukan untuk menggenjot penerimaan. Jika kebijakan cukai dan harga dilakukan serampangan membabi buta juga tidak akan efektif.

"Jelas dampaknya ke industri, jumlah perusahaan pabrikan akan terus menurun. Lemahnya enforcement, merebaknya rokok ilegal, membuat harga rokok semakin murah," kata dia.

Enny melanjutkan, sekitar 70-80 persen dari produksi rokok justru digunakan untuk biaya di luar produksi seperti pajak dan cukai. Adanya kenaikan cukai yang signifikan maka akan menambah beban industri. Dampak terburuk, kesempatan kerja terganggu, padahal itu yang terus harus dipertahankan di tengah pelemahan ekonomi.

 

Pendapat serupa disampaikan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurut dia, harga rokok Rp 50 ribu jelas tidak masuk akal karena kenaikan cukai di tahun depan juga masih belum ditetapkan.

Kenaikannya pun diprediksi tidak akan melonjak drastis. Tahun ini, tarif cukai rokok juga sudah naik sebesar 11,19 persen.

"Ide atau wacana kenaikan rokok hingga Rp 50 ribu per bungkus itu tidak berangkat dari kajian yang benar. Pasalnya pengkaji ide wacana itu juga tidak memikirkan subsitusi dari industri hasil tembakau," kata Yustinus, Sabtu (20/8).

 

Ia mewanti-wanti, jika harga rokok melonjak sedemikian tinggi, akan ada dua akibat yang sama-sama buruk. Pertama, industri sudah pasti akan drop tutup karena kebutuhan anjlok, yang berujung pemerintah tidak mendapat pemasukan cukai.

 

Kedua, kenaikkan harga setinggi itu juga akan memicu kenaikkan peredaran rokok ilegal. “Sudah tak dapat cukai, pengendalian tidak juga berjalan,” ucap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement