REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini pengembangan fasilitas gas alam cair atau LNG di Blok Masela, Maluku bisa terpangkas hingga sekitar 5 miliar dolar AS. Artinya, biaya pengembangan fasilitas LNG dengan skema pembangunan di darat atau onshore yang sebelumnya ditaksir sebesar 19,3 miliar dolar AS bisa dipatok lebih irit menjadi 15 miliar dolar AS. Perhitungan ini mengacu pada kajian oleh Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Wakil Kepala SKK Migas Zikrullah menjelaskan, pemangkasan biaya pengembangan fasilitas LNG sebetulnya terpengaruh oleh rendahnya harga minyak dunia selama dua tahun terakhir. Ia menyebutkan, perhitungan awal yang dilakukan oleh pihaknya bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau operator Blok Masela saat ini yakni Inpex Corporation mengikuti harga minyak dunia sejak 2008.
Dengan anjloknya harga minyak dunia saat ini, kata Zikrullah, maka akan berpengaruh pada belanja modal yang ditetapkan dalam Plan of Development (PoD). Harga minyak yang rendah membuat harga barang dan jas di sektor minyak dan gas, ikut menurun. Dengan target pemerintah untuk menetapkan Keputusan Investasi Final atau FID (Final Invesment Decision) pada akhir 2018, maka PoD harus segera diputuskan pada tahun ini atau paling lambat tahun 2017.
Zikrullah menambahkan, efisiensi belanja modal juga didapat dari penyisiran pembangunan fasilitas yang bisa ditekan. Misalnya adalah pembangunan pengolahan gas alam cair tetap dibangun di darat, sedangkan fasilitas penunjang lainnya bisa saja tetap dibangun sepaket dengan anjungan lepas pantai. Dengan cara ini, maka tidak lantas semua fasilitas produksi dibangun di darat namun terbagi antara darat dan laut.
"Nah faktor ini yang kita harus hitung lagi. Yang tadinya harus membangun super tanker untuk konsumsinya, yaitu LNG liquefactin, nah sekarang yang di darat. Ini kan harus dihitung kembali terus dari pipanya juga. Kan belum ditentukan juga mau di pulau yang mana," ujarnya.