Jumat 05 Aug 2016 18:10 WIB

BI Catat Deflasi di Pekan Pertama Agustus 2016

Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia melaporkan indeks harga konsumen pada pekan pertama Agustus 2016 terjadi inflasi minus atau deflasi sebesar 0,06 persen, terutama karena penurunan dari pengeluaran angkutan udara dan pengeluaran untuk daging ayam.

"Ada koreksi biaya angkutan udara sama daging ayam, ini kondisi yang menunjukan inflasi terkendali," kata Gubernur BI Agus Martowardojo di Jakarta, Jumat (5/8).

Pada Juli 2016 lalu, dimana inflasi bulanan sebesar 0,69 persen, kelompok transportasi, termasuk tarif angkutan udara dan bahan makanan, menjadi penyumbang terbesar kenaikan indeks harga pengeluaran, dengan masing-masing kelompok terjadi inflasi 1,22 persen dan 1,22 persen. Di Agustus hingga Desember 2016, Bank Indonesia melihat, kontributor inflasi dari kelompok pangan yang termasuk dalam kelompok harga bergejolak (volatile food) harus menjadi prioritas untuk dikendalikan dengan target bawah lima persen.

Tekanan utama akan datang dari musim kemarau basah atau La Nina yang bisa mengganggu distribusi dan produksi bahan pangan. Sementara untuk inflasi harga barang yang diatur pemerintah (administered prices), Juda melihat potensi tekanan masih ada, namun tidak signifikan, karena aspeknya dapat dikendalikan pemerintah.

Direktur Eksekutif Departemen Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, meyakini laju inflasi tahun ini akan berada di batas bawah target pihaknya yakni 3-5 persen. BI merancang stabilitas ekonomi yang terjaga, dengan arah inflasi berada di 3-5 persen pada tahun ini. Pada 2015, inflasi berada di 3,3 persen. Hingga 2018, Bank Sentral ingin mengarahkan inflasi di 3,5 persen. Indikator lainnya untuk menjaga stabilitas, seperti neraca transaksi berjalan, juga diperkirakan BI dalam rentang aman sebesar 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto atau sekitar 20 miliar dolar AS.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement