REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Negara Malaysia (BNM) selaku otoritas moneter negara tersebut akan memberikan keringanan biaya dalam pembukaan subsidiary bank atau bank anak perusahaan milik Indonesia di Malaysia. Hal tersebut disepakati dalam kerja sama bilateral penerapan ASEAN Banking Integration Framework (ABIF) antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BNM.
Penandatangan ABIF dilakukan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad dengan Gubernur Bank Negara Malaysia Datuk Muhammad bin Ibrahim, disaksikan oleh Presiden Joko Widodo dan PM Malaysia Najib Rajak pada pertemuan Konsultasi Tahunan Indonesia - Malaysia ke XI di Istana Merdeka, Senin (1/8).
Dalam sambutannya, Muliaman D Hadad mengatakan, perjanjian bilateral ini merupakan kesepakatan strategis terutama untuk meningkatkan peran perbankan lokal di ASEAN sebagaimana spirit yang diusung pada ABIF.
"Melalui penandatangan perjanjian bilateral ini, pelaku industri jasa keuangan khususnya perbankan dapat memanfaatkan peluang kesempatan ini dengan mengembangkan ekspansi usahanya di Malaysia,"ujar Muliaman.
Sementara itu, dalam kesempatan terpisah, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Mulya Siregar mengatakan, adanya kerja sama diharapkan dapat mengurangi ketimpangan dalam akses pasar dan kegiatan perbankan kedua negara melalui kehadiran bank-bank yang memenuhi persyaratan tertentu (Qualified ASEAN Bank/QAB) di yurisdiksi masing-masing, berdasarkan prinsip timbal balik yang seimbang atau resiprokal. ABIF merupakan kerangka turunan dari ASEAN Framework Agreement on Services Financial Services Liberalisation (AFAS-FSL).
Mulya menjelaskan, sesuai kesepakatan antara Indonesia dan Malaysia, kategori QAB adalah bank yang memiliki permodalan kuat, bank yang menerapkan tata kelola perusahaan (Good Corporate Governance/GCG) dengan baik, dan bank yang asetnya dikuasai peserta domestik.
Menurutnya, hanya ada empat bank di Indonesia yang masuk dalam BUKU IV, yakni Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Central Asia (BCA). Namun, hanya tiga bank Indonesia yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyatakan minat untuk ekspansi. "Hanya BCA yang tidak tertarik," ujarnya.
Mulya menambahkan, dengan kesepakatan kerangka ABIF ini, biaya yang dikenakan kepada perbankan Indonesia pun akan lebih murah. Syarat modal yang dibebankan kepada bank Indonesia tetap sebesar 300 juta ringgit Malaysia. Namun, tarif administrasi (admission fee) untuk perbankan Indonesia nantinya akan turun dari 10,4 juta ringgit menjadi 5,2 juta ringgit.
Kemudian biaya dalam sistem pembayaran seperti untuk Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang dipungut, turun dari 4 ringgit per transaksi menjadi 1-2 ringgit per transaksi. Kendati begitu, untuk iuran tahunan, biaya yang dibebankan akan lebih mahal dibanding bank domestik Malaysia, yakni144 ribu ringgit berbanding 42 ribu ringgit.