Sabtu 30 Jul 2016 08:21 WIB

Harga Minyak Ditutup Bervariasi Usai Rilis Pertumbuhan Ekonomi AS

Ilustrasi harga minyak mentah dunia.
Foto: EPA/Mark
Ilustrasi harga minyak mentah dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Setelah mengalami penurunan tanpa henti karena kelebihan pasokan yang memburuk, kontrak minyak berjangka bervariasi pada Sabtu (30/7) pagi WIB, ditutup turun di London tapi naik di New York karena dolar melemah di pasar uang. Patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September naik 46 sen menjadi ditutup pada 41,60 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange. Kenaikan menghentikan penurunan beruntun selama enam sesi berturut-turut.

Di London, minyak mentah Brent North Sea, juga untuk penyerahan September, turun 24 sen menjadi berakhir di 42,46 dolar AS per barel di Intercontinental Exchange. Dolar AS merosot terhadap mata uang utama lainnya pada Jumat, setelah data menunjukkan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua negara itu datang lebih buruk dari yang diharapkan.

Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, turun 1,17 persen menjadi 95,603 pada akhir perdagangan. Karena minyak dihargakan dalam mata uang AS, dolar yang lebih lemah dapat membuat minyak mentah lebih menarik bagi pembeli.

Tak lama setelah pukul 19.00 GMT, euro naik hampir satu persen dan pound Inggris naik sekitar 0,5 persen terhadap dolar. Dolar sedikit menurun menyusul rilis angka pertumbuhan ekonomi AS yang mengecewakan dari Departemen Perdagangan AS pada Jumat. Permintaan lemah dan persediaan berlimpah telah terus mendorong harga turun dalam beberapa bulan terakhir.

Sementara itu, harga minyak mentah Brent memperpanjang kerugiannya pada Jumat karena data minyak baru-baru ini meningkatkan kekhawatiran investor terhadap kelebihan pasokan di pasar. Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan dalam laporan mingguannya pada Rabu bahwa persediaan minyak AS naik 1,7 juta barel pada pekan lalu menjadi 521,1 juta barel, mengakhiri penurunan 7-minggu berturut-turut dan mengalahkan konsensus pasar untuk penurunan 2,3 juta barel.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement