Jumat 29 Jul 2016 16:16 WIB

Alokasi Gas Domestik Terkendala Infrastruktur

Pemandangan tempat penampungan bahan bakar gas di Tanjung Sekong, Banten, Rabu (23/3).
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Pemandangan tempat penampungan bahan bakar gas di Tanjung Sekong, Banten, Rabu (23/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan energi dari Universitas Indonesia, Iwa Garniwa menilai, rendahnya serapan pasokan gas di dalam negeri terjadi karena minimnya infrastruktur penyaluran distribusi gas. Padahal, pasokan gas bumi untuk domestik mencapai 57 persen setara 4,016 miliar british thermal unit per hari (BBTUD).

Menurut dia, dengan tidak memadainya penyaluran distribusi, gas yang harus mampu dimaksimalkan untuk kebutuhan energi tidak tercapai. "Solusinya pemerintah harus terus mendorong infrastruktur penyaluran gas," kata Iwa menegaskan dalam keterangannya, Selasa (26/7).

Dari data SKK Migas, tahun 2015 untuk sektor listrik dari alokasi gas sebesar 1.273,23 bbtud, hanya dipakai 939.11 bbtud. Industri dengan alokasi 1.560,91 bbtud hanya dipakai 1.263,17 bbtud. Sementara untuk produksi pupuk yang diberikan jatah 796,96 bbtud hanya dimanfaatkan sebanyak 737,46 bbtud. Alokasi untuk PLN 14 kargo hanya terserap 11 kargo.

    

Sementara ekspor gas alam cair (LNG) yang masih tinggi menurut Iwa hal itu bisa disebabkan beberapa faktor. Bisa karena ada kontrak jangka panjang, juga disebabkan tidak meratanya fasilitas infrastruktur penerimaan LNG.

Ekspor LNG mencapai 1,989 BBTUD (29,10 persen), sementara serapan LNG domestik hanya 403,79 BBTUD (5,91 persen). Iwa mencontokan pasokan LNG yang tersedia di Tangguh. LNG tersebut belum bisa dikirim ke Papua atau Merauke karena infrastruktur tidak mendukung.  

"Rendahnya penyerapan juga bisa dilihat apakah ada masalah dari sisi perhitungan supply dan demand," katanya.  

Iwa pun mengingatkan, sebagai negara kepulauan dengan infrastruktur yang tidak merata, maka harus dibuat dipersiapkan beragam transportasi penyaluran gas, tidak hanya mengandalkan pipa supaya gas yang ada di wilayah timur bisa tersalurkan merata. Jangan lagi, kebijakan terus berfokus pada minyak alias bahan bakar minyak. 

Menurut Iwa potensi besar LNG alias gas alam, harus terus didorong pemerintah dan tidak semata-mata untuk kepentingan pendapatan negara saja dengan mengekspor. Paradigmanya, kata Iwa, harus diubah yakni dimanfaatkan untuk mendorong ekonomi dalam negeri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement