REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah lembaga atau organisasi kerap memiliki logo yang menjadi dasar atas visi dan misi lembaga maupun organisasi tersebut. Logo-logo yang tertera menandakan apa saja yang akan dilakukan guna mencapai keinginan mereka.
Tapi logo saat ini juga banyak digunakan oleh lembaga saat mereka menjalankan sebuah program. Salah satunya adalah Program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang saat ini tengah riuh diperbincangankan banyak kalangan.
Sejak disahkan oleh DPR akhir Juni, Kementerian Keuangan langsung meluncurkan logo Program Pengampunan Pajak. Berlatar belakang warna biru gelap , sebuah origami burung berwarna emas tampak menjadi ciri khas yang paling menonjol.
Di tengah-tengah simbol ini terdapat tulisan besar 'Amnesti Pajak' dengan //tag line// ungkap, tebus, lega. Sederhana tapi menyentuh. Hal-hal inilah yang ingin diperlihatkan dalam simbol-simbol yang terdapat dalam logo program tersebut.
Pelaksana Seksi Hubungan Internal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Arif Nur Rokhman menjelaskan, warna biru tua yang digunakan dalam logo pengampunan pajak merupakan warna yang lazim digunakan DJP dalam berbagai kegiatan. DJP sebenarnya mempunyai dua warna dominan yang kerap digunakan, yaitu biru tua dan kuning.
Namun dalam warna logo kali ini warna biru tua menjadi pilihan. Untuk simbol origami burung berwarna emas, Arif mengatakan bahwa dalam filosofi warga Jepang, origami burung mempunyai arti harapan.
Selain itu, burung juga kerap dilambangkan sebagai kedamaian. "Ini bisa melambangkan wajib pajak yang sudah bisa berdamai dengan pemerintah," kata Arif di Jakarta, Rabu (27/7).
Burung yang terlihat dalam logo juga mengarah ke atas memberikan penjelaskan bahwa burung ini akan kembali ke kandang mereka. Sedangkan warna emas dipilih karena emas melambangkan harta
"Arahnya burung itu balik. Jadi ini diharap uang yang ada di luar bisa kembali ke sarang atau kandang mereka di tempatnya, yaitu Indonesia. Yang awalnya mencari uang di luar mereka kemudian pulang," papar Arif.
Tulisan Amnesti Pajak yang tertera tepat di tengah-tengah logo secara gamblang memperlihatkan bahwa pemerintah ingin memberikan amnesti kepada wajib pajak manapun di semua kalangan agar mereka bisa ikut dalam program ini.
Sedangkan untuk tagline ungkap, tebus, lega, Arif menuturkan bahwa kata-kata ini sesuai dengan draft pertama Undang-undang yang masuk ke DPR. Dalam draft tersebut pemerintah memastikan sebelum mendapatkan manfaat pengampunan pajak, wajib pajak harus mengungkapkan harta.
Setelah diungkapkan, maka wajib pajak kemudian bisa membayar semua tebusan yang sesuai dengan peraturan. Hingga akhirnya wajib pajak mendapatkan kelegaan atas harta yang selama ini mereka dapatkan dari berbagai bentuk usaha.
Meski sedikit menggelitik dengan ada kata 'lega', Arif menyebut bahwa tagline ini harus dicantumkan di depan agar wajib pajak secara tidak langsung mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat ingin mengikuti dan mendapatkan manfaat dari pengampunan pajak.
"Setelah harta diungkapkan, tebusan dibayarkan, maka wajib pajak bisa lega untuk mnggunakan uang mereka di investasi mana saja. Mereka tidak akan takut dikejar-kejar DJP karena pajak yang tidak dibayarkan selama ini," ungkap Arif.
Karya internal
Arif menjelaskan, logo pengampunan pajak berasal dari buah karya internal lembaga. Menurut Arif, sebelum draft RUU Pengampunan Pajak dimasukkan ke DPR awal 2016, DJP telah memanggil 30 karyawan dari berbagai kantor wilayah di seluruh Indonesia.
Mereka memiliki keahlian dalam mendesain sebuah logo dalam setiap agenda perpajakan di kantor masing-masing. Dalam acara, mereka diberikan materi ihwal pengampunan pajak.
Hasilnya moncer. Dalam waktu tiga hari, terdapat 10 logo yang diajukan. Usai melakukan presentasi atas logo dan makna dari simbol yang ada, DJP kemudian memilih desain karya Faris Yustian, account representative KPP Pratama Pontianak Kalimantan Barat. Karya ini kemudian dibawa untuk memperoleh persetujuan menteri keuangan ketika itu, Bambang Brodjonegoro.
Bambang pun setuju tanpa ada revisi. “Setelah disahkan kita pastikan bahwa desain ini akan menjadi logo program pengampunan pajak saat draft RUU tersebut disahkan DPR,” kata Arif. Arif menyebut DJP memilih untuk menggunakan SDM internal dalam membuat logo ketimbang menggunakan jasa pihak lain. Sebab, sejauh ini SDM DJP pun banyak yang memiliki keahlian membuat desain unik dan menarik.
Bukan hanya itu, tanpa menggunakan pihak ketiga, artinya DJP bisa melakukan penghematan anggaran untuk desain logo. Penggunaan pihak lain bisa memakan anggaran bisa mencapai miliaran rupiah. “Jadi kita manfaatkan semua lini yang ada,” ujar Arif.