REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sedang menggodok sejumlah insenfif yang bakal diberikan kepada operator blok minyak dan gas bumi (migas) di Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Langkah ini menyusul arahan Presiden Jokowi tentang pengembangan Natuna secara menyeluruh yang fokus pada dua sektor yakni migas dan perikanan.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja menjelaskan, pemerintah akan mengupayakan agar penandatanganan kontrak bagi hasil atau PSC (production sharing contract) bisa segera dilakukan dengan para calon operator blok-blok di Natuna. Sejalan dengan hal itu, lanjut Wiratmaja, pemerintah beserta kontraktor sedang melakukan kajian untuk memastikan berapa kandungan minyak dan gas bumi (migas), berapa produksi migasnya, serta bagaimana besaran bagi hasil yang menguntungkan baik untuk kontraktor dan negara.
Pemerintah juga sedang menyiapkan peraturan yang di dalamnya akan mengatur upaya-upaya pengembangan kawasan Natuna secara terintegrasi. Cakupan pengembangannya nantinya meliputi pembangunan sektor migas, perikanan, pariwisata, dan industri kimia. Luasan cakupan atas rencana pengembangan Natuna ini, kata Wiratmaja, membuat opsi landasan hukum yang disiapkan bervariasi, mulai dari Peraturan Menteri (Permen) sampai Peraturan Presiden (Perpres).
Wiratmaja menambahkan, pembahasan soal aturan yang di dalamnya mencakup pemberian insentif ini baru sampai level Kementerian Ekonomi. Ia mengakui adanya fiscal term memang ditunggu-tunggu kontraktor. Wiratmaja mengambil contoh untuk Blok Tuna yang lokasinya ada di ujung utara Perairan Natuna. Blok tersebut hingga saat ini belum juga produksi lantaran porsi bagi hasil yang belum disepakati.
"Kalau fiscal term-nya seperti sekarang, pajak, split, seperti saat ini engga akan ekonomis. Kita perlu mempertimbangkan insentif apakah supaya bisa dioperasikan. Itu lah percepatan yang diinginkan dan dalam pembahasan," kata Wiratmaja di Gedung Heritage Kementerian ESDM, Jumat (22/7).
Kementerian ESDM mencatat di kawasan Natuna terdapat 7 Wilayah Kerja eksplorasi, 6 Wilayah Kerja eksploitasi, dan 3 Wilayah Kerja yang dalam proses terminasi karena kontrak hampir habis. Saat ini total cadangan terbukti di lapangan-lapangan migas di Natuna tercatat ada 201,401 juta setara barel untuk minyak dan kondensat dan 4 triliun kaki kubik untuk cadangan gas bumi. Sementara untuk kegiatan produksi yang sudah berjalan menghasilkan 490,3 juta kaki kubik gas bumi dan 25.113 barel minyak bumi per hari.
Kepala Humas SKK Migas Taslim Yunus menyebutkan, sejumlah insentif lain seperti keringanan pajak dan invesment credit sebetulnya sudah diajukan oleh konsorsium Blok East Natuna yang di dalamnya terdapat Exxon Mobil, PT Pertamina (Persero), dan PTT EP Thailand. Namun persetujuan soal insentif ini, kata dia, sepenuhnya bergantung kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain kemudahan soal porsi bagi hasil, keringanan pajak, dan invesment credit, rencana pembangunan fasilitas penyaluran gas bumi dengan pipanisasi juga sudah matang dirancang sejak pembentukan konsorsium. Penyaluran gas dengan pipa dinilai cara yang pas untuk mentransportasi gas hasil Blok East Natuna yang secara teknis diketahui memiliki kandungan CO2 atau Karbondioksida di atas 60 persen. Cara lainnya, yakni dengan mengubah gas menajdi gas alam cair atau LNG dianggap sulit dilakukan karena harus menekan kadar CO2 dari 60 persen menjadi 1 persen sebelum dikirim ke konsumen.
"Itu teknologinya sangat mahal. Kalau untuk mengubah jadi 5 persen saja bisa dengan gas pipa. Skema itu yang masih kita pakai, belum ada perubahan," kata Taslim.