REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) meminta adanya insentif dari hulu ke hilir untuk sektor perfilman.
"Yang kami minta ada paket ekonomi dari hulu untuk sektor perfilman, termasuk insentif untuk produksi, pengedaran dan eksibisi film," kata Ketua Umum Aprofi Sheila Timothy dalam dialog investasi di Jakarta, Kamis (21/7).
Sheila mengapresiasi kebijakan teranyar pemerintah untuk membuka 100 persen sektor perfilman bagi asing dengan harapan dapat mendorong pertumbuhan industri film nasional. Namun, ia juga mengingatkan segala kebijakan yang membutuhkan kerja sama sejumlah departemen itu harus berjalan beriringan.
"Kami butuh kebijakan yang lebih advance. Kami tidak hanya butuh dana, tapi juga butuh kebijakan untuk melancarkan jalannya industri ini," ujarnya.
Sheila menuturkan, banyak tawaran dari Amerika Serikat dan Korea Selatan untuk bisa melakukan produksi film bersama (co-production). Sayangnya, hingga saat ini, belum ada kebijakan yang mengatur hal tersebut, termasuk insentif yang ditawarkan.
Padahal, lanjut dia, co-production memiliki dampak berlipat karena tidak hanya mendongkrak pemasukan bagi negara, tetapi juga bisa mentransfer teknologi, pengetahuan serta menambah pangsa pasar film. "Banyak tawaran dari Korea dan AS untuk co-production, tapi tidak ada insentif untuk itu. Makanya pemerintah perlu duduk bersama untuk bantu kami," tuturnya.
Sheila juga menekankan pentingnya perlindungan bagi pekerja film nasional serta perlunya menambah sekolah film untuk mengantisipasi tingginya tuntutan pasar digital atas konten film di masa mendatang. Ia berharap, dikeluarkannya sektor perfilman dari Daftar Negatif Investasi (DNI) dapat mendorong pertumbuhan sektor tersebut.