Senin 27 Jun 2016 20:44 WIB

Mengapa Penyaluran KUR Belum Terarah dan Belum Efektif?

Rep: Muhammad Iqbal, Rizky Jaramaya/ Red: M.Iqbal
 Petugas sedang berbincang dengan debitur di kantor penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI, Jakarta, Rabu (24/1).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Petugas sedang berbincang dengan debitur di kantor penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank BNI, Jakarta, Rabu (24/1).

REPUBLIKA.CO.ID,Pengajar Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Dony Abdul Chalid menilai, belum terarah dan efektifnya penyaluran dana Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak dapat dilepaskan dari salah satu sifat dasar industri keuangan, yaitu moral hazard. Menurut Dony, moral hazard timbul lantaran KUR merupakan program yang disubsidi oleh negara sehingga memiliki tingkat bunga rendah. “Maka penyalurannya kurang hati-hati. Profil penerima pun tidak diseleksi dengan cermat. Bahkan terkadang yang menerima itu-itu saja,” ujarnya kepada Republika.

Dony menjelaskan, pada dasarnya KUR memiliki konsep yang baik, yakni membangkitkan UMKM. Namun sampai saat ini dampaknya dirasakan kurang. “Hal itu bisa karena belum banyak yang bisa mengakses KUR atau KUR ternyata tidak bisa meningkatkan UMKM yang selama ini memperolehnya,” kata Dony.

Selain itu, bank-bank penyalur pun seolah-olah dikejar target untuk menyalurkan dana KUR. Faktor lain yang mungkin timbul adalah bank kesulitan mencari UMKM yang bagus. “Ataupun bank enggak mau keluar biaya besar untuk nyari UMKM yg bagus,” ujar Dony.

Oleh karena itu, ke depan, Dony menilai perlu perbaikan dari sisi pengawasan. Pembentukan tim yang terkait dengan lembaga lain bisa jadi solusi. “Selain itu, bank penyalur seharusnya juga tidak hanya meningkatkan penyaluran KUR tetapi juga memastikan kualitas KUR yang disalurkan,” kata Dony.

Pemerintah akan memperbaiki beberapa regulasi terkait program Kredit Usaha Rakyat (KUR) agar penyalurannya lebih terarah dan pemanfaatannya efektif untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perubahan regulasi dilakukan agar penggunaan kredit ini bisa tepat sasaran ke masyarakat yang membutuhkan. “Jangan sampai, kredit seperti ini, makin lama alokasi dananya makin besar tapi dampaknya tidak terlalu jelas. Ini harus membuat rakyat lebih sejahtera,” ujarnya di Jakarta, akhir pekan lalu, seperti dilansir Antara.

Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia Ikhsan Ingratubun mengatakan, regulasi KUR khusus untuk kredit mikro seharusnya tidak melalui perbankan. Sebab, biasanya perbankan hanya memilih usaha yang telah mapan, mempunyai rekening transaksi, dan collateral. "Harusnya pemerintah berpihak pada usaha mikro yang gak punya collateral, itu namanya kebijakan," ujar Ikhsan kepada Republika, Senin (27/6).

Dalam membuat kebijakan untuk usaha mikro, pemerintah harus memperhatikan empat hal, yakni keberpihakan, kepastian, perlindungan, dan kesempatan berusaha. Menurut Ikhsan, sejauh ini kebijakan KUR tidak mencakup empat faktor tersebut dan hanya sebatas memberikan kesempatan berusaha saja. Seharusnya, pemberian KUR juga disertai dengan jaminan apabila terdapat usaha yang gagal sehingga pelaku usaha mikro tidak terbebani.

"Semestinya pemerintah juga harus memikirkan bagaimana kalau usaha mikro itu gagal. Disini peran Jamkrindo dan Askrindo harus ditonjolkan sebagai bentuk perlindungan," kata Ikhsan. Ikhsan mengatakan, Jamkrindo dan Askrindo harus dimanfaatkan untuk memberikan perlindungan kepada usaha mikro.

Saat ini KUR banyak diberikan kepada usaha yang sudah mapan dan memiliki track record bagus. Padahal, seharusnya KUR diberikan kepada usaha mikro yang masih baru karena mereka sangat membutuhkan bantuan permodalan dengan akses yang mudah dan ada perlindungan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement