Ahad 26 Jun 2016 04:15 WIB

Belajar dari Kecermatan Habibie Mengatasi Krisis Ekonomi

Rep: Muhammad Iqbal, Sonia Fitri/ Red: M.Iqbal
Presiden RI Ketiga BJ Habibie
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Presiden RI Ketiga BJ Habibie

REPUBLIKA.CO.ID,Bacharuddin Jusuf Habibie secara resmi dilantik menjadi presiden ketiga Republik Indonesia pada 21 Mei 1998. Habibie menggantikan Soeharto yang mundur sehari sebelumnya. Tatkala mengambil tampuk kepemimpinan tertinggi negeri ini, situasi yang dihadapinya tidaklah mudah.

Masa-masa sulit membayangi pemerintahan Habibie. Mengutip “Detik-Detik yang Menentukan”, Habibie dihadapkan pada prospek ekonomi Indonesia yang benar-benar terpuruk dan tidak memiliki arah yang jelas. Bank rush terjadi secara masif lantaran ketakutan masyarakat kehilangan kekayaan.

Sementara itu, arus barang dan jasa mengalami hambatan dan kemandekan. Ini tak lepas dari adanya penjarahan, perusakan, dan berbagai aksi anarkis lainnya akibat kekerasan sosial di masyarakat. Distribusi bahan pokok, khususnya beras, mengalami hambatan yang semakin berat karena kekeringan sehingga terjadi gagal panen.

Kelangkaan bahan pangan terjadi di mana-mana. Kondisi ini semakin memperparah tekanan sosial. Harga-harga komoditas melambung tinggi sehingga memunculkan adanya ketajutan terjadinya kelaparan yang masif.

Menghadapi situasi yang ada, Habibie mengutarakan janji yang sederhana namun penuh makna. “Kita kemungkinan dapat mencapai taraf kehidupan lebih baik tahun ini jika kita dapat mengembalikan stabilitas dan melalui tahun yang berat ini dengan kerja keras,” kata Habibie. Terdapat tiga hal mendasar yang diletakkan Habibie agar Indonesia dapat memulai pemulihan ekonomi.

Pertama, Presiden berpesan agar anggaran pembangunan harus dilaksanakan secara efektif agar dapat mencapai target yang telah ditentukan. Kedua, mencegah kebocoran dan pemborosan anggaran. Ketiga, pengunaan anggaran harus dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya secara penuh.

Habibie berpendapat, jika pemerintah dapat mendayagunakan anggaran yang ada secara tepat, maka bangsa Indonesia dapat mencegah kondisi perekonomian bergerak ke arah yang lebih buruk. Itu berarti bangsa Indonesia dapat memulai proses pemulihan ekonomi. Bersama Kabinet Reformasi Pembangunan yang disusun, kerja-kerja nyata membuahkan hasil.

Hal ini dapat dilihat dari sejumlah indikator makroekonomi yang menunjukkan perbaikan. Seturut dengan pemulihan ekonomi, situasi politik pun membaik. Begitu pula dengan keamanan.  

Saat diwawancarai Republika di The Habibie & Ainun Library, Jakarta, Ahad (19/6), Habibie menjelaskan kunci sukses di balik keberhasilannya memulihkan kondisi perekonomian yang hanya berlangsung dalam kurun waktu 17 bulan tak lepas dari andil semua pihak. Dari sisi pribadi, Habibie mengatakan kecermatan dalam pengambilan keputusan adalah sebuah keniscayaan.

"Situasinya unpredictable. Waktu itu, keadaan Indonesia tidak menentu," ujarnya. Menurut Habibie, Indonesia berpotensi bubar lantaran karut-marutnya politik, ekonomi, dan keamanan. Oleh karena itu, kebijakan apa pun yang diambil pemerintah berisiko tinggi.

"Bisa plus bisa minus. Risiko tinggi, cost tinggi," kata Habibie. Maka dari itu, Habibie mengambil kebijakan ke arah yang menentu. "Cara berpikir saya itu harus berlaku untuk umum. Dalam hal ini saya mencari approximately (rata-rata)," ujarnya.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement