REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia mengharapkan relaksasi rasio pinjaman terhadap nilai agunan (LTV) bisa jadi titik lompat kredit. Hingga akhir tahun ini, BI menarget pertumbuhan KPR bertambah hingga 3,69 persen-6,65 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Filianingsih Hendarta, menjelaskan, dari beberapa pilihan sektor, BI menilai KPR masih memiliki peluang tumbuh dengan tetap menjaga kehati-hatian. Pada 2015 pertumbuhan KPR sebesar 7,61 persen dengan NPL 2,72 persen. Namun, pertumbuhan KPR pada kuartal pertama 2016 turun. Karena itu BI memberi pelonggaran batas kredit bank atas KPR melalui relaksasi LTV.
''Kalau dikatakan relaksasi ini kurang nendang, memang tujuannya tidak untuk menendang, tapi jadi titik lompatan kredit perbankan,'' ungkap Filianingsih dalam Bincang-Bincang Moneter bersama media di Kantor BI, Jakarta, Selasa (21/6).
Untuk KPR inden, aturan LTV sebelumnya hanya untuk rumah pertama. Untuk saat ini, KPR inden boleh untuk rumah pertama dan kedua. Itu pun dengan tetap memerhatikan kehati-hatian dan perlindungan konsumen.
Pada KPR inden, BI mengatur tahapan pencairan kredit. Untuk tahap pembangunan fondasi kredit maksimal 40 persen dari plafon, tahap tutup atas maksimal 80 persen, tahap BAST maksimal 90 persen, serta tahap HJB dan APHT boleh 100 persen.