REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia menurunkan target dan proyeksi pertumbuhan kredit perbankan menjadi 10-12 persen dari sebelumnya 11-13 persen, karena realisasi permintaan dan pasokan kredit yang rendah sejak awal tahun.
"Kami lihat pertumbuhan yang rendah 8 persen (April 2016) kurang lebih akhir tahun ini sekitar 10-12 persen," ujar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat (17/6).
Pertumbuhan kredit perbankan pada April 2016 yang sebesar delapan persen, juga lebih rendah dibandingkan pertumbuhan kredit pada Maret yang sebesar 8,7 persen. Maka dari itu, ujarnya, Bank Sentral perlu mengupayakan peningkatan permintaan kredit dari masyarakat dan juga meningkatkan pasokan kredit dari perbankan.
Upaya untuk meningkatkan permintaan itu, kata Perry, dengan kebijakan penurunan uang muka kredit pemilikan rumah (KPR) melalui peningkatan rasio pinjaman perbankan dibanding aset (loan to value/LTV) perumahan menjadi 85 persen. Dengan penaikan LTV, uang muka yang dibayarkan masyarakat untuk membeli rumah bekurang menjadi 15 persen dari total harga rumah. "Diharapkan ini bisa mendorong permintaan kredit perumahan dan akhirnya bisa mendorong permintaan kredit secara umum sampai akhir tahun," ujarnya.
Adapun untuk menstimulus perbankan agar gencar memasok kredit, BI menaikkan batas bawah rasio kredit terhadap pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR) dari 78 persen menjadi 80 persen. Sedangkan batas atas dipertahankan di 92 persen. Dengan begitu, perbankan harus memiliki LFR minimal 80 persen. LFR mencerminkan kemampuan intermediasi perbankan dalam menyerap dana masyarakat atau penerbitan surat utang dan mengkonversikannya menjadi kredit.
Meski demikian, Perry mengakui perbankan membutuhkan waktu untuk penyesuaian dengan dua pelonggaran makroprudensial tersebut. Sehingga diperkirakan pertumbuhan kredit tidak serta-merta terjadi setelah kebijakan ini dikeluarkan.
Terkait dengan insentif lain untuk mendorong konsumsi, seperti pelonggaran uang muka cicilan kendaraan bermotor yang saat ini sebesar 20 persen, Perry mengatakan, BI masih mengkaji hal itu. Hal ini karena kebijakan uang muka kendaraan bermotor sebesar 20 persen masih memadai untuk mendorong permintaan masyarakat terhadap pembelian kendaraan bermotor. "Jadi untuk aturan uang muka Kredit Kendaraan Bermotor diperkirakan masih tetap," ujarnya.
Baca juga: Bauran Kebijakan Makro Prudensial BI Sasar Pertumbuhan Bisnis