REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk menghapuskan sistem impor kuota daging sapi maupun sapi bakalan. Sistem kuota ini sebaiknya diganti menjadi sistem patokan tarif seperti yang sudah dilakukan terhadap komoditas bawang putih.
"Kami setuju dalam hal ini ada batas atas harga daging sapi, misalnya membuat harga daging sapi sebagai benchmark setelah dikalkulasi semuanya," ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf, di Jakarta, Selasa (7/6).
Syarkawi mengatakan, harga batas atas tersebut bukan berarti mematok harga tertentu, sebab KPPU tidak setuju apabila ada harga batas bawah. Menurut Syarkawi, dalam Perpes Nomor 71 Tahun 2015 sudah disebutkan bahwa dalam rangka pengendalian harga bahan pokok strategis Kementerian Perdagangan punya kewenangan untuk menentukan harga barang apabila terjadi gejolak.
"Sehingga, menurut kami akan lebih efektif jika mekanisme sistem tarif tersebut mengacu pada Perpres Nomor 71 Tahun 2015," kata Syarkawi.
Dengan sistem batas tarif tersebut, pengendalian harga akan lebih efektif. Mekanisme yang dilakukan yakni jika harga tinggi maka impor diperbanyak sehingga harga di pasar bisa turun. Sedangkan, saat harga rendah, impor dikurangi sehingga harga di pasar bisa disesuaikan.
Syarkawi menegaskan bahwa praktik kartel terbentuk karena ada regulasi yang kurang pas. KPPU telah melakukan tindakan penegakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti melakukan praktik kartel. Namun, penegakan hukum saja tidak cukup tanpa perbaikan regulasi dari pemerintah. Sebelumnya, KPPU sudah mengenakan sanksi denda terhadap 32 importir sapi yang terbukti secara bersama-sama melakukan penahanan pasokan ke rumah pemotongan hewan. Akibatnya, pasokan daging sapi dari rumah pemotongan hewan ke pasar berkurang dan harganya menjadi mahal.
Hal tersebut terjadi pada 2015 lalu, tepatnya sepekan sebelum Idul Fitri dan tiga pekan sesudah Idul Fitri. Syarkawi mengatakan, pada saat itu KPPU telah melakukan kunjungan ke rumah potong hewan di Tangerang. Berdasarkan kunjungan tersebut, pasokan sapi ke rumah potong hewan berkurang dari 30 ekor sapi per hari menjadi 8 ekor sapi per hari dan menyebabkan harga di pasar mencapai Rp 140 ribu per kilogram.
"KPPU melakukan investigasi dan faktanya di persidangan banyak yang mengakui bahwa mereka melakukan pengurangan pasokan ke rumah potong hewan karena pada saat itu ada regulasi pemerintah untuk mengurangi impor daging sapi atau sapi bakalan dari 750 ribu ekor menjadi 350 ribu ekor," kata Syarkawi.
Oleh karena itu, para feedloter mulai mengurangi pasokan ke pasar karena ada ketidakpastian kuota impor. Syarkawi menegaskan, saat ini KPPU sedang mengawasi 55 importir yang mendapatkan kuota impor. Dari jumlah tersebut, terdapat sekitar tujuh importir besar.
"Semua komoditas yang terkonsentrasi artinya pemainnya tidak banyak dan ada pengusaannya di situ, itu semua akan kita monitor," ujar Syarkawi.