REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah melakukan sejumlah upaya pengendalian harga bawang merah di pasar, namun harganya tak terkendali secara signifikan. Memperhatikan hal tersebut, Ketua I Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran melihat hal tersebut disebabkan pemerintah menjalankan upaya pengendalian secara sendiri-sendiri.
"Semua dilakukan sendiri-sendiri, makanya tidak ada pengawasan, harusnya ada yang kontrol, tapi ini OP dilakukan sendiri," kata dia, Senin (30/5). Ketika pengendalian harga dilakukan dengan menggandeng pedagang dan kerja sama lintas kementerian, agenda pengendalian harga termasuk bawang dinilai bisa tercapai baik.
Namun, ia mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai mengkoordinasikan agenda pengendalian harga bersama petani dan pedagang melalui koperasi maupun Toko Tani Indonesia (TTI). Pemerintah yang dimaksud yakni Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Koperasi dan UKM. "Pemangkasan rantai pasok bisa efektif kalau kerja bersama," ujarnya.
Pedagang, kata dia, mendukung kesejahteraan petani karena membutuhkan pasokan barang dagangan yang berkelanjutan. Ketika mereka menjual bawang Rp 40 ribu per kilogram, keuntungan yang didapat juga tidak besar, yakni hanya mengambil untung Rp 4.000.
Meski demikian, ia mengatakan rantai pasok yang panjang membuat keuntungan dari suatu komoditas pangan berceceran di sejumlah pintu. "Makanya kita dukung kalau rantai pasok bisa jadi sederhana, pedangang itu sederhana, yang penting pasokan lancar, ambil barang dagangan mudah," tuturnya.