Selasa 24 May 2016 21:15 WIB

Ini Tiga Isu Krusial dalam Pembahasan RUU Pengampunan Pajak

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Bayu Hermawan
Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam
Anggota Komisi XI DPR, Ecky Awal Mucharam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam mengungkapkan terdapat tiga hal krusial dalam pembahasan RUU Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak.

"Ada tiga isu krusial dalam pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang saat ini sedang dalam pembahasan oleh Panja," kata Ecky dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (24/5).

Ia menuturkan, pertama, yakni soal reformasi perpajakan yang harus dilakukan bersamaan dengan pengampunan pajak. Pengalaman negara-negara lain, ia melanjutkan, menunjukan tax amnesty yang dilakukan tanpa reformasi perpajakan selalu gagal.

"Tax amnesty tidak akan berhasil tanpa adanya reformasi perpajakan yang meliputi aspek regulasi, administrasi, dan institusi perpajakan," ujar dia.

Sehingga, Ecky mengatakan, sejak awal pembahasan, fraksi-fraksi di DPR selalu mendorong agar tax amnesty menjadi bagian tak terpisahkan dari reformasi perpajakan. Salah satu kuncinya, ada di revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP).

Ecky menegaskan, tanpa disertai reformasi perpajakan negara tidak akan punya bargaining position yang kuat dalam tax amnesty. Kedua, ia melanjutkan, yakni soal tarif tebusan yang dinilai terlalu rendah, sehingga dapat mencederai rasa keadilan dan membuat negara kehilangan banyak potensi penerimaannya.

Diketahui, dalam draft RUU, tarif tebusan sebesar dua, empat, atau enam persen untuk non-repatriasi dan satu, dua, atau tiga persen untuk repatriasi. Ecky berujar, hampir semua fraksi di DPR meminta tarif dinaikan.

Kata dia, ada yang mengusulkan ke kisaran lima sampai 15 persen, ada juga sebagian fraksi termasuk PKS yang meminta agar yang dihapus hanya sanksi administratif dan pidana pajaknya saja. Sehingga, ia menuturkan, tarif tebusan sesuai tarif normal KUP atau sekitar 25-30 persen.

"Saya yakin ini pun masih menarik bagi mereka karena sanksi administrasi saja besarnya 48 persen dari pokok utang pajak, ditambah penghapusan pidananya," jelasnya.

Ketiga, Ecky menuturkan, berkaitan data dan informasi harta peserta pengampunan pajak, yaitu Pasal 15 draft RUU Pengempunan Pajak yang berbunyi, "Data dan informasi yang terdapat dalam Surat Permohonan Pengampunan Pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan pidana terhadap Wajib Pajak."

Dari draf tersebut, Ecky meminta, agar hal itu menjadi hanya terbatas pada pidana perpajakannya saja. Data dan informasi dari Pengampunan Pajak, ia mengusulkan, harus tetap dapat digunakan untuk penyidikan, penyelidikan, dan pengusutan pidana lainnya seperti korupsi, narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement