Selasa 24 May 2016 14:06 WIB

Pemerintah Dinilai Butuh Data Akurat Soal Daging Sapi

Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Harga daging sapi yang sedang mengalami kenaikan
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Harga daging sapi yang sedang mengalami kenaikan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Peternakan dari Universitas Padjajaran Rochadi Tawaf menilai ambisi Presiden menekan harga daging sapi jelang Lebaran ganjil. Sebab hal tersebut tidak didukung data pasokan dan kebutuhan yang akurat serta keliru dari segi perbandingan harga komoditas serupa di negara tetangga.

Presiden Joko Widodo menargetkan harga daging sapi yang saat ini berkisar Rp 110 ribu bisa ditekan menjadi Rp 80 ribu. Target tersebut harus tercapai sebelum Hari Raya Idul Fitri 2016 tiba. Di sisi lain, hingga kini harga daging sapi masih tinggi.

Berdasarkan infopangan.jakarta.go.id per Selasa (24/5), harga daging sapi paha belakang Rp 122.250 per kilogram, naik Rp 1.030 dari hari sebelumnya. Sedangkan daging sapi murni (semur) Rp 113.684 per kilogram, turun Rp 190 dari hari kemarin.

"Kalau saya berprinsip pada teori supply-demand saja lah, kalau pasokan rendah, permintaan tinggi, harga juga pasti tinggi, begitu pun sebaliknya," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (24/5). Ketika pemerintah menginginkan harga daging murah, kata dia, harus memiliki data mengenai kebutuhan, pasokan, dan permintaannya. Data tersebut hingga kini dinilai masih bertebaran dalam beragam versi dan sarat kepentingan.

Dia mengatakan memenuhi kebutuhan daging hingga kini tidak bisa mengandalkan pasokan lokal. Pemerintah mengandalkan impor daging sebanyak 10 ribu ton yang hingga kini belum terealisasi. Daging-daging beku tersebut tetap tidak bisa mensubstitusi pasokan karena tren permintaan masyarakat lebih menyukai daging segar. "Daging beku tidak familiar dengan kebutuhan Ramadhan," tuturnya.

Keganjilan ambisi pemerintah juga tampak dari cara membandingkan harga daging dengan negara tetangga. Singapura dan Malaysia disebut menjual harga daging di masyarakat dengan harga Rp 40-50 ribu. Seharusnya Presiden jeli melihat dan membandingkan harga dengan kualitas masing-masing.

Perlu ditelisik, kata dia, jenis daging apa yang dijual di negara tersebut. Sebab kebanyakan daging yang beredar justru daging kerbau yang memang harganya rendah. Daging tersebut tidak bisa dibandingkan dengan daging sapi paha belakang yang harganya tinggi di Indonesia. "Jangan mengeluarkan statement yang membingungkan publik," tuturnya.

Jika harga daging di negara Malaysia rendah, kata dia, itu disebabkan negara tersebut memiliki regulasi pengatur harga yang kuat. Sehingga, pengaturan harga daging bukan di tangan pedagang melainkan diatur pemerintah. Sementara Indonesia masih menyerahkan pengaturan harga pada pasar bebas. Jika ingin meniru negara tetangga dalam hal harga daging murah, seharusnya strategi yang diberlakukan dibarengi pembanding yang tepat.

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement