REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin sore (23/5) menguat 35 poin menjadi Rp 13.572 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 13.607 per dolar AS.
"Aksi ambil untung diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menekan dolar AS terhadap mayoritas kurs dunia, termasuk rupiah. Dolar AS telah menguat sejak risalah pertemuan Komisi Pasar Berbasis Federal (FOMC) pada April lalu yang menunjukkan keinginan pengetatan moneter," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Senin.
Namun, kata dia, pelemahan dolar AS terhadap rupiah itu masih relatif terbatas menyusul risiko kenaikan suku bunga Amerika Serikat oleh bank sentral (The Fed) pada bulan Juni nanti masih cukup kuat. "Ke depan, pasar akan menyesuaikan serangkaian komentar dari pejabat The Fed terhadap kemungkinan kenaikan suku bunga AS pada bulan Juni nanti," katanya.
Sebelumnya, analis pasar uang Bank Mandiri Renny Eka Putri mengatakan bahwa adanya harapan perbaikan peringkat Indonesia dari Standard and Poor's (S&P) menjadi layak investasi atau "investment grade" dapat menjadi salah satu faktor yang menopang rupiah.
Di sisi lain, kata dia, Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi terhadap fluktuasi rupiah agar bergerak dengan fluktuasi yang stabil sehingga tidak mempengaruhi psikologis pelaku pasar uang di dalam negeri. Sejalan dengan itu, faktor teknikal turut menjadi sentimen yang menopang mata uang rupiah. "Sebagian investor kemungkinan mengambil posisi ambil untung setelah dolar AS mengalami penguatan cukup tinggi dalam beberapa hari terakhir," katanya.
Sementara itu, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Senin (23/5) mencatat nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.607 dibandingkan level sebelumnya (20/5) di posisi Rp 13.573 per dolar AS.