Senin 23 May 2016 13:14 WIB

JK: Tak Mudah Ambil Kebijakan di Bidang Pertanian

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
Jusuf Kalla
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan pemerintah tak mudah menentukan kebijakan di bidang pertanian. Sebab, berbagai sektor pertanian memiliki karakter yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang berbeda pula.

"Memang tidak mudah juga mengambil kebijakan yang sama di bidang pertanian," kata JK saat menghadiri acara Inovasi Pembiayaan Sektor Agro dalam Mendukung Implementasi Financial Inclusion di Balai Kartini, Jakarta, Senin (23/5).

Di sektor pertanian sendiri masih terbagi menjadi dua, yakni sektor pertanian yang menghasilkan makanan serta industri gabungan dengan makanan. Sedangkan, pertanian di bidang makanan pun juga terbagi dua, yakni makanan pokok yang strategis dan makanan tambahan. 

Kondisi inilah yang kemudian membuat pemerintah kesulitan untuk mengambil kebijakan di bidang pertanian. "Setiap kenaikan kopi, coklat, karet, sawit, semua orang tepuk tangan, petani pedagang, semua bergembira pemerintah juga bergembira. Tapi setiap kenaikan harga beras semua orang marah kecuali petani, pemerintah dihujat kalau harga beras naik," jelas JK. 

Karena itu, menurut dia, pemerintah perlu memberikan insentif kepada para petani agar dapat memproduksi hasil pertanian dan kebutuhan pokok yang baik. Ia mengatakan, produksi hasil pertanian kopi pun saat ini tercatat masih rendah. Indonesia hanya dapat memproduksi sekitar 600 hingga 700 kilogram kopi per hektar. Sedangkan Vietnam telah berhasil memproduksi lebih dari dua ton per hektar. 

Tak hanya itu, produksi coklat di Indonesia juga tercatat masih rendah, yakni hanya setengah ton per hektar.  "Oleh karena itu, maka saya menggarisbawahi tentu upaya hari ini, upaya ISEI, Kadin untuk membuat konsep-konsep bagaimana sektor pertanian kita tingkatkan, baik produktivitasnya lewat bibit, penanganan yang baik juga finansial inklusion," kata JK.

Lebih lanjut, JK mengatakan, sebanyak 26 juta atau sekitar 35 hingga 40 persen penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian. Namun, sektor pertanian hanya menyumbang 15 persen GDP.

Artinya, produktifitas pertanian tergolong masih rendah dibanding sektor ekonomi lainnya. Lahan pertanian pun, lanjut dia, saat ini semakin menyempit. Padahal, kebutuhan makanan penduduk Indonesia semakin meningkat. 

Karena itu, pemerintah pun terpaksa mengimpor bahan kebutuhan pokok. "Tentu solusinya cuma satu, produktifitas yang dinaikkan," kata JK.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement