REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai ada setidaknya dua hal yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2016 belum begitu kuat. Meski stimulus fiskal begitu cepat dengan pertumbuhan investasi di kuartal I 2016 yang mencapai 7,7 persen.
"Kami lihat perlu penguatan lebih lanjut untuk stabilitas. Pertumbuhan ekonomi, kami hargai bagaimana pemerintah stimulus fiskalnya begitu cepat, terbukti dengan pertumbuhan investasi khsuusnya pembangunan di kuartal I yang sebesar 7,7 persen (yoy). Stimulus fiskal berdampak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo di Gedung BI, Kamis (20/5).
Sebelumnya BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2016 mencapai kisaran 5,1 sampai 5,2 persen. Namun, saat pemaparan tersebut, dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi domestik pada kuartal I 2016 lebih rendah dari perkiraan yaitu tercatat sebesar 4,92 persen (yoy).
Menurut Perry, ada dua hal yang menjadi penyebab pertumbuhan ekonomi masih belum kuat di tengah adanya stimulus fiskal dan pelonggaran moneter, makro prudensial serta percepatan refomrasi struktural. Pertama, terkait dengan permintaan domestik yang masih belum kuat.
"Stimulus fiskal yang sudah meningkatkan investasi di sektor publik infrastruktur masih belum mampu medorong investasi swasta, karena permintaan investasi swasta masih belum meningkat. Banyak faktornya, bisa dari persepsi bisnis dan lainnya," katanya.
Kemudian yang kedua, demand (permintaan) konsumsi maupun investasi yang belum kuat. "Termasuk permintaan global yang belum meningkat. Ini aspek yang perlu ditangani untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," imbuhnya.
Adanya stimulus fiskal, kata Perry, akan meningkatkan investasi di pembangunan, dan mendorong permintaan investasi swasta. "Ini agar permintaan kredit meningkat," katanya.