REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dampak dari rendahnya harga minyak dunia tak terelakkan membuat perusahaan minyak dan gas nasional atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) memangkas pengeluaran termasuk untuk kegiatan eksplorasi. Padahal, nasib tingkat produksi migas nasional di masa yang akan datang bergantung pada temuan-temuan cadangan baru yang ditemukan saat ini.
Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merilis data terbaru mengenai capaian kinerja rencana eksplorasi oleh KKKS yang sudah meneken komitmen eksplorasi mereka. Untuk status per Mei 2016 terdapat total Wilayah Kerja (WK) industri peminyakan sebanyak 295 WK. Dari 295 WK tersebut, ternyata hanya 85 WK yang sudah eksploitasi, dan sisanya masih eksplorasi.
Kadiv Pengawasan Realisasi Komitmen Rencana Pengembangan SKK Migas Nizar Mujahidin menjelaskan bahwa kegiatan eksplorasi sempat ramai dilakukan oleh para kontraktor pada periode 2003 hingga 2015. Kondisinya berbalik menjadi menurun drastis mulai tahun ini sebagai buntut dari penurunan harga minyak dunia.
Nizar merinci dari 113 WK eksplorasi yang masih aktif, hanya 97 WK yang berumur lebih dari 3 tahun. Selebihnya, dari 97 WK tersebut ternyata hanya 41 WK yang sudah memenuhi komitmennya, sementara 56 WK belum memenuhi komitmen pastinya. Artinya, ternyata 58 persen KKKS yang sudah berumur lebih dari 3 tahun belum memenuhi komitmen yang sudah disepakati. Nizar menyebutkan, kondisi ini membuat tertundanya belanja modal hingga 660,8 juta dolar AS.
"Dalam 3 tahun terakhir kendala yang dihadapi KKKS dalam memenuhi komitmen, masalah regulasi dan sosial mendominasi. Kendala-kendala dari regulasi dan sosialisasi kita rasakan cukup besar," kata Nizar, Kamis (19/5).
Bahkan data SKK Migas juga menunjukkan bahwa terdapat 4 WK dari 113 WK aktif yang tidak dilakukan kegiatan apapun termasuk ekplorasi. Sementara itu, terdapat 40 WK sudah memulai kegiatan eksplorasi dan 73 WK juga telah melaksanakan survey seismik.