REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis (19/5) pagi melemah 51 poin menjadi Rp 13.438 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 13.387 per dolar AS.
Kepala Riset NH Korindo Securities Indonesia Reza Priyambada mengatakan bahwa maraknya sentimen mengenai rencana bank sentral AS (The Fed) akan menaikan suku bunga acuan pada Juni tahun ini menjadi salah satu faktor yang menekan mata uang rupiah terhadap dolar AS di pasar valas.
"Salah satu pejabat The Fed memberi sinyal kenaikan suku bunga AS menyusul laju inflasi serta beberapa data ekonomi di Negeri Paman Sam itu cenderung membaik," ucapnya.
Ia mengemukakan bahwa risalah Komisi Pasar Berbas Federal (FOMC) pada April lalu menunjukkan bank sentral AS akan menaikkan suku bunga lebih awal dari yang diperkirakan tahun ini jika perekonomian AS terus membaik.
Situasi itu, lanjut dia, meredam sentimen positif yang muncul dari dalam negeri mengenai potensi pelonggaran kebijakan moneter oleh Bank Indonesia (BI rate) dalam Rapat Dewan Gubernur pada Kamis ini (19/5).
"Dalam RDG BI, pasar memperkirakan ada stimulus tambahan dari regulator dalam rangka mendorong pertumbuhan makroekonomi sehingga sempat menopang laju rupiah pada beberapa hari terakhir. Akan tetapi, sentimen FOMC menahan laju rupiah," ujarnya.
Analis dari PT Platon Niaga Berjangka Lukman Leong menambahkan bahwa The Fed berpotensi menaikkan suku bunga pada Juni mendatang jika terjadi peningkatan pada PDB kuartal II 2016, inflasi, dan pasar tenaga kerja.
"Sentimen itu mendorong dolar AS untuk bergerak menguat terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah," imbuhnya.