Kamis 12 May 2016 10:02 WIB

Mencontoh Lee Kuan Yew, IMF Sebut Korupsi Bisa Diatasi

Red: Nur Aini
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde.
Foto: AP Photo
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa suap menyedot antara 1,5 triliun hingga 2,0 triliun dolar AS per tahun di seluruh dunia sehingga menurunkan ekonomi dan memperburuk pelayanan sosial bagi masyarakat miskin.

Dalam sebuah laporan terbaru tentang dampak korupsi terhadap ekonomi, IMF mengatakan bahwa penyuapan, korupsi, dan kecurangan umum lainnya, baik di negara-negara kaya maupun miskin membatasi pertumbuhan ekonomi dan memperlemah kekuatan kebijakan-kebijakan pemerintah.

Dalam sebuah pidato yang dipersiapkan untuk KTT Anti-Korupsi Global di London pada Kamis (12/5), Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mengatakan bahwa semakin banyak para pemimpin yang secara terbuka mencari bantuan untuk memerangi korupsi mengkhawatirkan tersebut. "Keduanya, kemiskinan dan pengangguran, dapat menjadi gejala korupsi kronis," kata dia, menurut teks pidatonya.

Lagarde menolak pendapat bahwa korupsi merupakan fenomena budaya yang membandel di banyak negara. Faktanya, itu adalah umum di seluruh budaya, dan negara-negara dengan berbagai latar belakang telah menemukan cara untuk mengatasi itu. Mendiang pemimpin Singapura Lee Kuan Yew  dinilai sangat efektif baik dalam menandakan kebijakan toleransi nol terhadap korupsi maupun membangun lembaga yang kompeten pada saat korupsi meluas di Singapura.

Dampak ekonomi dari korupsi sulit untuk dihitung, menurut laporan IMF yang dirilis pada Rabu. Tapi meskipun ada klaim bahwa itu membantu ekonomi bekerja, dampaknya secara keseluruhan sangat negatif.

Biaya suap sendiri mencapai lebih dari dua persen dari produk domestik bruto.

Korupsi melanggengkan inefisiensi ekonomi, merusak kebijakan publik, dan memperburuk ketimpangan. Hal ini juga menakutkan para investor, baik domestik maupun asing. "Investor sebenarnya mencari negara yang dapat memberikan mereka jaminan bahwa, setelah investasi dilakukan, mereka tidak akan diperas dengan menyediakan suap," kata Lagarde.

Laporan itu mengatakan bahwa data menunjukkan bahwa korupsi yang lebih tinggi umumnya berkorelasi dengan pelayanan sosial yang lebih rendah bagi masyarakat miskin. Itu sebagian karena anggaran pemerintah di negara-negara lebih korup bisa dimasukkan ke dalam berbagai jenis pengeluaran yang menawarkan peluang korupsi lebih besar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement