REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan asuransi nelayan dianggap mendesak. Alasannya, risiko pekerjaan yang ditanggung nelayan, khususnya belahan tradisional sangat tinggi. Catatan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2013 saja, sebanyak 255 nelayan meninggal saat melaut.
Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan E Ilyas Lubis menilai, kondisi ini seharusnya sudah membuat nelayan masuk ke dalam BPJS TK. Ia menjelaskan, terdapat sejumlah penilaian yang menjadikan nelayan layak masuk ke dalam jaminan sosial oleh BPJS TK. Selain terkait tingginya risiko sosial yang dihadapi oleh nelayan dalam melaksanakan aktivitasnya, tidak dilindunginya nelayan dalam program jaminan sosial berdampak pada kesejahteraan dan produktivitas. Selain itu, keberadaan asuransi nelayan kita berdasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Sebagai tenaga kerja bukan penerima upah, Ilyas menyebutkan, akan ada alokasi anggaran sebesar Rp 250 miliar untuk memberikan subsidi atas premi yang harus dibayarkan pemerintah. Artinya, dengan target penerima subsidi sebanyak 1 juta nelayan tradisional maka akan tersedia premi sebesar Rp 250 ribu untuk satu nelayan. Ada dua jenis perlindungan yang akan diterima oleh nelayan melalui BPJS Ketenagakerjaan, yakni perlindungan kecelakaan kerja dan kematian.
"Misal ada gangguan sarana penangkapan dan perlindungan atas kecelakaan kerja. Jadi, perlindungan yang diberikan oleh kami terhadap para nelayan baik nelayan yang bekerja pada perusahaan besar atau yang kecil jaminannya sama besar dan sama luas," ujar Ilyas dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Senin (2/5).
Ilyas melanjutkan, bentuk perlindungan yang bisa didapatkan nelayan nantinya berupa penggantian pengobatan yang akan ditanggung hingga sembuh. Begitu pula apabila terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan hilangnya nyawa nelayan, maka akan ada penggantian upah sesuai besaran penerimaan yang diterima oleh nelayan yang bersangkutan.
"Dan khusus untuk nelayan kecil akan ditanggung oleh pemerintah untuk iurannya. Dan agar berkesinambungan, maka saya sarankan nelayan juga ikut jaminan hari tua," kata Ilyas.
Sementara itu, Direktur Pengawasan Asuransi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menyebutkan, dalam menyiapkan asuransi nelayan ini pihaknya belum memastikan apakah hanya akan melibatkan perbankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau akan melibatkan swasta.
"Keinginan dari Bu Menteri (BUMN), setidaknya keluarga ahli waris bisa dapat santunan. Mengenai besaran, masih kita diskusikan. Dari kami masih bahas dari premi sekian nanti benefit berapa," katanya.
Ketua Pusat Kajian Jaminan Sosial Nasional (PKJSN) Ridwan Max Sijabat mengatakan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh rakyatnya seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, peran BPJS Ketenagakerjaan sudah sangat jelas untuk melindungi seluruh pekerja, baik formal maupun informal. Perlindungan yang harus diberikan meliputi jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT), dan juga jaminan pensiun.
"Jadi, pemerintah memang wajib memberikan perlindungan dasar kepada seluruh warganya," katanya.