Selasa 26 Apr 2016 18:23 WIB

BI Jaga Volatilitas Rupiah tak Lebihi 10 Persen

Rep: C37/ Red: Nur Aini
 Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Aliran modal masuk ke pasar domestik (capital inflow) yang masuk di sepanjang 2016 akan direspons Bank Indonesia (BI) dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar volatilitasnya tidak mencapai 10 persen.

Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung menjelaskan, jika capital inflow yang diperkirakan terus masuk di tahun ini tidak dikelola dengan baik, maka akan memicu volatilitas nilai tukar rupiah.

"Kami akan menjaga (volatilitas nilai tukar) tidak lebih dari itu (10 persen)," ujar Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung di Bank Indonesia, Selasa (26/4).

Juda menjelaskan, volatilitas nilai tukar rupiah terhadap kurs dolar AS di bulan Maret- April 2016 ini relatif rendah, yaitu sekitar 5,6 persen. Menurutnya, nilai ini sangat rendah dibandingkan di tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari 10 persen.

"Kami akan kelola inflow dengan baik sehingga kursnya juga relatif stabil dan tidak menimbulkan gejolak. Volatilitas di Maret-April sangat rendah sebenarnya, sekitar 5,6 persen, dibandingkan sebelumnya rata-rata 10-11 persen. " kata Juda.

Juda mengatakan, saat ini aliran modal masuk mencapai 4,9 miliar dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan total inflow di kuartal I dan II tahun 2015 yang sekitar 4,7 miliar dolar AS. Pihaknya berupaya agar aliran modal yang diperkirakan akan terus masuk di sepanjang tahun 2016 ini tidak akan mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

"Ini kami kelola dengan baik inflow yang masuk ini jangan sampai timbulkan volatilitas berlebihan atau apresiasi berlebihan. Yang pada akhirnya menyebabkan rupiah terlalu menguat atau overvalue sehingga merugikan daya saing kita," jelasnya.

 

Menurutnya ini termasuk dana repatriasi kebijakan tax amnesty atau pengampunan pajak yang akan dijadikan undang-undang dalam tahun ini. BI akan mengantisipasi dengan berbagai instrumen penempatannya, misalnya obligasi infrastruktur.

"Kita akan siapkan. Intinya dari BI bagaimana inflow atau repatriasi dapat dikelola dengan baik sehingga tidak dapat menimbulkan dampak ke stabilitas makro ekonomi. Ini juga peluang untuk memperdalam pasar keuangan dan pembiayaan jangka panjang untuk infrastruktur," ujarnya.

Baca juga: Nilai Tukar Rupiah Menguat Tipis Jadi Rp 13.198 per Dolar AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement