Selasa 26 Apr 2016 15:54 WIB

Konsumen Didorong Perhatikan Mutu dan Standar Produk

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Konsumen tengah membeli televisi (Ilustrasi).
Foto: Reuters
Konsumen tengah membeli televisi (Ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa, menjadi sasaran empuk Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Apalagi, masyarakat Indonesia sangat konsumtif. Sektor konsumsi bahkan memiliki kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan persentase mencapai 55 persen.

Kalau tidak ada perubahan perilaku konsumen, Indonesia dinilai hanya akan menjadi pasar di MEA. Akan tetapi, tingginya konsumsi domestik akan mendatangkan kejayaan apabila masyarakat Indonesia menjadi konsumen cerdas. Indonesia bukan hanya bisa berjaya di negeri sendiri, tapi juga dalam persaingan global.

"Sektor konsumsi kita harus naik kelas. Harus berevolusi dari orientasi konsumsi yang sekadar berkonsumsi menjadi konsumsi cerdas," kata Menteri Perdagangan Thomas Lembong dalam acara perayaan puncak Hari Konsumen Nasional (Harkonas) 2016 di Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (26/4).

Konsumen cerdas adalah konsumen yang memperhatikan mutu, keamanan hingga standar produk dan jasa. Selain itu juga konsumen yang kritis dan berani memperjuangkan hak apabila produk dan jasa tidak sesuai dengan mutu atau standar.

Sayangnya, kata Thomas, konsumen di Indonesia belum terlalu memperhatikan hal-hal tersebut. Padahal, dengan menjadi konsumen cerdas, masyarakat dapat mendorong peningkatan kualitas dan daya saing produk dalam negeri. Ujung-ujungnya juga dapat meningkatkan kinerja ekspor.

Thomas mencontohkan, negara-negara yang kinerja ekspornya bagus seperti Jepang, Korea Selatan, Jerman, memiliki konsumen yang sangat 'cerewet'. Mereka begitu memperhatikan mutu, kualitas, durabilitas atau daya tahan suatu produk. Efeknya, tekanan dari konsumen atas mutu terhadap suatu barang, memaksa produsen domestik menghasilkan produk berkualitas tinggi.

"Barang berkualitas itu yang akhirnya dengan mudah dapat bersaing di tingkat global. Karena itu, konsumen punya peranan besar meningkatkan daya saing sektor produksi," ujarnya.

Masih rendahnya tingkat kesadaran dan pemahaman konsumen di Indonesia, dapat terlihat dari Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK). Berdasarkan hasil pemetaan Kemendag, IKK Indonesia tahun 2015 baru mencapai 34,17 dari nilai maksimal 100. Masih jauh lebih rendah dari nilai IKK di 29 negara Eropa yang pada 2011 bahkan sudah mencapai 51,31.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Syahrul Mamma menjelaskan, nilai IKK 34,17 menunjukkan  keberdayaan konsumen Indonesia berada pada level paham. Artinya, konsumen Indonesia sebenarnya sudah mengenali dan memahami hak dan kewajibannya, tetapi belum sepenuhnya menerapkan dan memperjuangkan haknya.  "Akibatnya, konsumen Indonesia menjadi sangat rentan dieksploitasi," kata Syahrul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement