REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Pusat Inovasi sekaligus peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Nurul Taufiqu Rochman berpendapat perusahaan besar sebaiknya segera mengakuisisi perusahaan rintisan atau "startup" yang memiliki inovasi dan mengancam keberlangsungan bisnis konvensional.
Nurul di Jakarta, Senin (11/4), mengatakan, perusahaan dengan cara-cara konvensional yang tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi akan hancur oleh inovasi yang terus berkembang.
Nurul mengambil kasus layanan transportasi dalam jaringan (online) seperti GoJek, Uber dan Grab yang membuat pengusaha taksi merugi akibat inovasi yang dihadirkan oleh layanan aplikasi tersebut.
Dia mengatakan, seharusnya pengusaha taksi cepat-cepat mengakuisisi perusahaan layanan aplikasi tersebut ketimbang memilih untuk bersaing. "Kalau saya (pengusaha taksi), saya langsung investasi besar. Saya beli itu GoJek dan segala macem, saya ajak negosiasi, bagi rata hasil," tutur Nurul.
Ia menjelaskan, seharusnya berbagai perusahaan yang masih menggunakan cara konvensional dengan cepat mengidentifikasi perkembangan yang ada agar segera bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang tak mungkin terelakkan lagi.
Nurul menjelaskan, apa yang terjadi pada kasus GoJek, Uber, dan Grab menunjukkan pemain lama (perusahaan taksi konvensional) tidak siap dengan "letupan inovasi".
Dia menyebut bahwa inovasi memiliki sifat destruktif yang membunuh dan menghancurkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Berbagai kasus akuisisi "startup" telah dilakukan oleh perusahaan raksasa teknologi seperti Google dan Facebook.
Perusahaan-perusahaan tersebut membeli berbagai macam perusahaan rintisan yang memiliki inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk mengembangkan bisnisnya.
Seperti halnya Facebook sebagai perusahaan media sosial yang kemudian membeli media sosial lain yang inovatif dan lebih spesifik seperti layanan berbagi foto Instagram dan juga pesan singkat WhatsApp.