REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan pemerintah akan menggunakan data dari Panama Papers jika memang terkait dalam kasus kejahatan. Namun, jika data tersebut terkait masalah penghindaran pajak, maka pemerintah cukup membuat pengampunan pajak bagi para pengemplang pajak.
"Ya tergantung datanya, tergantung data apa, kalau memang data hanya itu adalah kejahatan, iya (digunakan). Kalau masalahnya pajak ya bikin pengampunanlah," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (7/4).
Lebih lanjut, JK menjelaskan, nama-nama yang masuk dalam daftar Panama Papers belum tentu melakukan tindakan kejahatan. Menurut dia, mereka yang masuk dalam daftar tersebut bisa saja memiliki tujuan lain diluar tindakan kejahatan.
"Ini sama dengan orang ke luar negeri, orang ke luar negeri itu boleh jalan-jalan, Anda boleh bisnis atau ada orang ke luar negeri sembunyi karena takut dihukum. Yang salah kan cuma yang terakhir, yang jalan-jalan bisnis kan tidak ada salahnya," jelas dia.
Terkait tax amnesty atau pengampunan pajak, JK menyebut pemerintah telah mengajukan RUU tax amnesty.
"Sudah diajukan, ya tinggal DPR," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan data dari Panama Papers dapat menambah data pemerintah terkait para pengemplang pajak. Ia pun tak menampik sebagian data yang terdapat di dokumen tersebut ada yang cocok dengan data yang dimiliki Kementerian Keuangan.
Menurut dia, sejumlah orang yang terdapat dalam Panama Papers tersebut hendak membuat special purposes vehicle (SPV) untuk keperluan bisnis. Selain itu, Bambang juga mengatakan, Panama Papers akan digunakan sebagai referensi tambahan.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menutup kemungkinan akan mempelajari nama-nama warga Indonesia yang tercantum dalam dokumen firma hukum asal Panama itu. Diduga, nama yang tercantum di dokumen itu ingin terbebas dari beban pajak di negaranya.
"KPK akan mempelajari nama-nama yang ada di dokumen itu," kata Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif melalui pesan singkatnya, Rabu (4/6).
Menurut Syarif, jenis simpanan offshore seseorang di bank luar negeri menjadi salah satu kendala yang dihadapi penegak hukum untuk melacak data keuangan seseorang. Hal itu bukan hanya di Indonesia, tetapi juga penegak hukum di luar negeri.
Seperti diketahui, dalam daftar dokumen yang diungkap wartawan investigasi internasional itu meliputi data transaksi rahasia keuangan para pimpinan politik dunia, skandal global, dan data detail perjanjian keuangan tersembunyi para pengemplang dana, pengedar obat-obatan terlarang, miliarder, selebriti, bintang olahraga, dan lainnya.
Dari Indonesia sendiri, terdapat 2.961 nama individu ataupun perusahaan yang muncul saat kata kunci "Indonesia" dimasukkan. Kemudian, pada laman yang sama juga, muncul 2.400 alamat di Indonesia.