REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan terbongkarnya beberapa nama dalam Panama Papers mengingatkan ia saat melakukan investigasi terkait kaburnya dana BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia).
Menurut dia, dari negara tax haven (surga pengemplang pajak) inilah beberapa pengusaha dan perusahaan bermain dengan menghindari pajak dan melakukan pencucian uang. Hal itu terutama berasal dari paper company (perusahaan yang dimiliki pemegang saham yang sama dengan yang melakukan impor) atau shell company (perusahaan banyangan).
"Ketika saya berusaha menginvestigasi BLBI, kemudian masuk ke Bank Bali, saya menemukan banyak paper company yang menuju ke negara tax haven. Saya kejar seberapa jauh dan seberapa banyak informasi dari paper company ini. Kenyataanya pada kasus BLBI mereka melarikan dananya ke Singapura, kemudian dari Singapura menuju Panama," kata dia kepada Republika.co.id, Selasa (5/4).
(Baca: Semua Hal yang Perlu Anda Tahu Soal Panama Papers)
Ia mengungkapkan bagaimana kerja para pengusaha dan perusahaan bermain dengan menghindari pajak dan melakukan pencucian uang, termasuk transfer pricing. Bagi para penghindar pajak di Indonesia yang ingin masuk ke Panama, pintu masuknya dari Singapura dan Hong Kong.
Untuk kasus BLBI, jelas dia, mereka melarikan dana itu dari sana. Ketika di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional), ia menemukan pihak pengemplang BLBI yang mengambil asetnya kembali. Padahal ketentuannya pemilik lama tidak boleh membeli kembali asetnya.
Jadi mereka melarikan dengan menuju ke Panama lalu mereka kembali membeli aset juga melalui Panama. Karena itu negara sulit menelisik siapa paper company tadi.
"Karena itu perlu orang yang masuk menginvestigasi ini, siapa yang bisa melakukan investigasi kalau seperti itu. Kalau tidak ada yang nyemplung, ya saya yang memilih untuk nyemplung disana," kata dia.
Karena itulah namanya muncul di daftar 2.961 orang Indonesia di Panama Paper tersebut. "Untuk bisa membongkar ini harus nyemplung. Itulah kerjaan saya.