REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Antam (Persero) Tbk sedang menyiapkan rencana ekspansi lini usaha pertambangan ke luar negeri. Dua negara yang diincar adalah Myanmar dan Filipina, di mana Antam akan menggarap industri pertambangan di sana dan mengekspor bijih mineral mentah (ore) ke Cina.
Rencana ekspansi bisnis ini bukan tanpa alasan. Selain untuk membantu kinerja keuangan perusahaan yang sejak tahun lalu merugi, ekspansi ke luar negeri dilakukan untuk menyiasati larangan ekspor mineral mentah oleh pemerintah sejak 2014 lalu.
Direktur Utama PT Antam Tedy Badrujaman mengungkapkan, cara cepat untuk membantu kinerja keuangan perusahaan salah satunya adalah dengan ekspor mineral mentah. Hal ini praktis tidak bisa dilakukan di Indonesia lantaran larangan ekspor ore yang tertuang di dalam PP 1 tahun 2014 sebagai turunan dari UU Mineral dan Batubara.
"Setelah Indonesia melarang ekspor bijih mineral langsung, kini negara-negara seperti Cina atau Uni Eropa mengimpor bijih mineral dari negara seperti Filipina, Australia, hingga Kepulauan Solomon. Sehingga kami masih melihat ada peluang ekspor bijih mineral di negara-negara tersebut," kata Tedy usai melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Kamis (31/3).
Antam mengalamai rugi bersih sebesar Rp 1,44 triliun pada 2015 lalu. Angka ini naik tajam sebesar 93,8 persen dibandingkan dengan kerugian yang dialami Antam pada 2014 sebesar Rp 743,53 miliar. Kerugian ini disebutkan karena peningkatan beban pokok penjualan serta rugi kurs hingga akhir tahun lalu.