Senin 07 Mar 2016 16:45 WIB

Penguatan Rupiah Diprediksi Temui Kendala di Akhir Tahun

Rep: C37/ Red: Nur Aini
Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menghitung mata uang rupiah di salah satu tempat penukaran valuta asing di Jakarta, Selasa (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah berada dalam tren penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan, pada Senin pagi (7/3), rupiah sempat menyentuh Rp 12.984 per dolar AS. Pengamat ekonomi menilai, mata uang rupiah akan terus menguat. Namun, di akhir tahun rupiah akan menyentuh kurs Rp 14.500 per dolar AS.

Senior Economist for ASEAN and India, UBS, Edward Teather menilai, kemajuan ekonomi domestik Indonesia merupakan pendorong menguatnya rupiah.

"Di semester 1 ini, rupiah akan terus pada tren penguatan yang stabil karena antusiasme akan percepatan pertumbuhan ekonomi domestik Indonesia," kata Edward Teather di Jakarta, Senin (7/3).

Kendati saat ini terus menguat, tren penguatan tersebut nantinya akan berubah ketika memasuki akhir tahun. Saat bank sentral AS, The Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR). Pihaknya memperkirakan, pertumbuhan ekspor Indonesia akan melambat, sehingga defisit transaksi berjalan makin tinggi.

"Ini yang akan menyebabkan pelemahan rupiah terhadap dolar AS," katanya.

Pada semester 2 nanti saat FFR dinaikkan, pihaknya memperkirakan jika kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS tersebut akan menyebabkan rupiah berada di kurs di atas Rp 14.000 per dolar AS.

"Kami perkirakan pelemahan rupiah di semester 2, dan di akhir tahun rupiah akan menyentuh Rp 14.500 per dolar AS," katanya.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menilai, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa hari terakhir ini, menunjukkan ekonomi domestik yang semakin membaik.

Gubernur BI, Agus Martowardojo menjelaskan, penguatan mata uang terhadap dolar AS tidak hanya terjadi pada mata uang RI, namun juga negara lainnya secara regional.

"Secara umum kalau beberapa hari ini rupiah stabil dan cenderung menguat, dalam pengamatan kami itu memang di regional beberapa negara mengalami kondisi seperti itu. Di global, China mengurangi reserve requirement-nya (Giro Wajib Minimum), dan kemudian dampaknya ke beberapa negara terjadi penguatan dari mata uangnya," kata Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement