Ahad 06 Mar 2016 19:56 WIB

Penerbitan EBA Syariah Disambut Positif Pelaku Keuangan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Nur Aini
Keuangan syariah, ilustrasi
Keuangan syariah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peluang penerbitan efek beragun aset (EBA) syariah melalui POJK 20/2015 disambut positif. Hal ini karena instrumen tersebut dinilai bisa membuka peluang bagi bank syariah untuk mendapat tambahan likuiditas.

Komisaris Utama Asia Raya Kapital Syafi'i Antonio mengatakan, Asia Raya Capital sedang mengkaji EBA Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dan EBA Surat Partisipasi (SP) yang diregulasi aturan OJK tersebut. EBA KIK membuka peluang bagi bank syariah dan manajer investasi untuk membuat struktur yang cocok untuk dimanfaatkan.

Sehingga pelaku keuangan syariah tidak hanya menunggu sukuk baru tapi bisa menggunakan aset yang ada untuk membuka produk dan peluang baru. Tapi, pemanfaatan produk ini harus mempertimbangkan peluang likuiditas dan kondisi ekonomi.

''Kajian yang sedang berlangsung di Asia Raya Kapital tentang EBA KIK. Direksi Asia Raya Kapital sedang membidik beberapa prospek. Ada juga restrukturisasi beberapa perusahaan yang butuh tambahan likuiditas,'' ungkap Syafi'i.

Soal potensi nilai terbitan EBA KIK Asia Raya Kapital ini, Syafi,i menyebut ada klien Asia Raya Kapital yang membutuhkan likuiditas Rp 150-200 miliar. Aset yang menjadi underlying klien Asia Raya Kapital tidak hanya rumah, ada juga pabrik dan tanah. Ia melihat masih banyak properti milik Muslim yang bisa dijadikan surat berharga seperti reksa dana penyertaan terbatas sehingga bisa memperluas basis aset dan mendorong ekskalasi bisnis pengusaha Muslim.

Risiko EBA syariah pada dasarnya sama saja dengan EBA konvensional, tambahannya justru pada risiko syariah. Tantangannya ada pada bagaimana manajer investasi melihat kebutuhan klien dan bagaimana aspek legal sekuritasnya, kemampuan bayar penerbit surat berharga, manajemen perusahaan, basis konsumen dan teknologi informasi.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama BNI Syariah Imam T Saptono mengaku BNI Syariah saat ini belum butuh menerbitkan EBA Syariah dan lebih membutuhkan penyaluran pembiayaan. FDR BNI Syariah di akhir 2015 turun menjadi 86 persen dari 92 persen pada 2014.

Dalam praktik transaksi surat berharga, Imam memberi beberapa catatan. Pertama sisi pasokan dan permintaan. Jika dihitung pembiayaan, penempatan di EBA syariah bisa menarik bagi bank syariah dan permintaan tercipta.

Kedua terkait kemudahan menjual produk sekuritisasi. Jika susah dijual, EBA Syariah tidak menarik. Harus diciptakan pemain yang banyak sehingga mekanisme pasar bisa berjalan.

''Secara prinsip BNI Syariah mendukung kebijakan EBA Syariah. Ini bisa dimulai oleh pemerintah untuk menunjuk pemainnya,'' ungkap Imam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement