Senin 29 Feb 2016 17:45 WIB

Pemerintah Kaji Pengurangan Insentif Industri Plastik

Rep: rizky jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
 Sejumlah pekerja menata karung berisi polypropylene (bahan dasar pembuat plastik) PT Chandra Asri di Kawasan Industri Cilegon, Banten.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Sejumlah pekerja menata karung berisi polypropylene (bahan dasar pembuat plastik) PT Chandra Asri di Kawasan Industri Cilegon, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Harjanto mengatakan pemerintah sedang melakukan kajian untuk mengurangi insentif industri plastik. Selama ini industri plastik mendapatkan insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku.

"Tapi sekarang kami masih memikirkan, jika BMDTP industri plastik dicabut apakah nanti justru makin membuka peluang produk impor. Karena ini kan masalahnya harmonisasi tarif di dalam negeri," ujar Harjanto di Jakarta, Senin (29/2).

Harjanto menjelaskan, insentif BMDTP industri plastik diberikan karena adanya ketidakharmonisan antara industri hulu dan hilir. Selain itu, insentif tersebut juga untuk melindungi produsen dalam negeri dari serbuan barang-barang impor. Dengan demikian, melalui BMDTP diharapkan industri plastik dalam negeri dapat berdaya saing.

"Sekarang kami akan coba kaji apakah ini akan diperbaiki, dan bagaimana pemberian BMDTP bisa tepat sasaran," kata Harjanto.

Harjanto mengatakan, rencana pengurangan insentif bagi industri plastik ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dari sampah plastik. Menurutnya, hal ini merupakan sinergi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Selain berencana mengurangi insentif industri plastik, pemerintah juga akan mencarikan teknologi alternatif sebagai pengganti kantong plastik dan bisa di daur ulang. Harjanto menegaskan, ke depan penggunaan plastik harus optimal hanya untuk barang-barang yang memang tidak bisa disubtitusi dengan bahan baku selain plastik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement