Ahad 28 Feb 2016 02:03 WIB

Ekonomi Melemah, G-20 Sepakat Perbaiki Komunikasi

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Indira Rezkisari
Para peserta pertemua G20 berpose sebelum pertemuan Menteri Keuangan dan Kepala Bank Sentral di Shanghai, Cina, (27/2).
Foto: Reuters
Para peserta pertemua G20 berpose sebelum pertemuan Menteri Keuangan dan Kepala Bank Sentral di Shanghai, Cina, (27/2).

REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -– Negara yang tergabung dalam G-20 sepakat bahwa kondisi ekonomi dunia saat ini masih mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, para negara ini bersepakat untuk memperbaiki pola komunikasi antarnegara.

Indonesia, melalui Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menilai, tantangan implementasi kerja sama perpajakan internasional, khususnya terkait inisiatif base erosion and profit shifting (BEPS) dan rencana pertukaran informasi secara otomatis di bidang perpajakan (Automatic Exchange of Information – AEOI) harus menjadi prioritas antarnegara.

Apalagi, menurut Bambang, kondisi ekonomi semakin diperparah dengan terus berlanjutnya penurunan harga komoditas strategis seperti harga minyak bumi yang turun pada level terendah.  Kondisi ini telah mempengaruhi prospek pertumbuhan di banyak negara, baik negara maju dan negara berkembang.

“Batas waktu implementasi AEOI yang telah disepakati yaitu tahun 2017 untuk negaraearly adopters dan paling lambat tahun 2018 dapat terlaksana dengan penuh, dan mengharapkan nantinya tidak ada negara yang meminta pengecualian dari pelaksanaan AEOI tersebut untuk menghindari pertukaran informasi di bidang perpajakan antar negara,” ujar Bambang di Cina, Sabtu (27/2).

Bambang Brodjonegoro juga menyampaikan pandangan Indonesia mengenai pentingnya G20 memerangi upaya rekayasa keuangan oleh institusi-institusi di pusat-pusat keuangan dunia dengan tujuan menghindari transparansi bisnis dan transaksi keuangan dengan tujuan menyembunyikan pemilik modal yang sebenarnya (ultimate beneficial owners).

Indonesia juga memandang penting agar seluruh negara di dunia tidak melakukan perlombaan untuk menurunkan tarif pajak serendah-rendahnya secara tidak sehat dan melupakan pentingnya strategi peningkatan penerimaan negara sebagai upaya mendorong investasi untuk mendukung pertumbuhan di masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement