REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk reksa dana berbasis efek syariah luar negeri tak perlu dikhawatirkan aspek kesyariahannya. Selain sudah melalui seleksi di negara asal, efek-efek yang dimasukkan dalam reksa dana syariah offshore ini dicek kembali kesesuaian syariahnya.
Dewan Pengawas Syariah PT Schroder Investment Management Indonesia Mohammad B Teguh mengatakan, Indonesia bukan yang pertama menerbitkan daftar efek syariah (DES). Standar DES di Indonesia dan di luar negeri sama, bisnis inti emiten dan rasio keuangan.
Bisnis inti emiten harus sesuai prinsip syariah. Emiten yang usahanya berupa produksi rokok, minuman keras atau bank konvensional termasuk sebagaian yang tidak akan masuk DES.
Rasio keuangan dimana rasio pendapatan non-halal terhadap total pendapatan secara material dan rasio utang interest terhadap ekuitas. Dengan begitu investor syariah akan berinvestasi ke perusahaan-perusahaan yang punya utang terukur atau tidak banyak utang.
Dow Jones Islamic Index juga punya ulama yang mengawasi dan pasti dilakukan penapisan syariah terhadap efek di dalamnya. Di Indonesia, DPS mengambil acak laporan keuangan emiten dalam indeks dan mengcek kembali. Tidak semua emiten dicek karena tidak semua laporan keuangan perusahaan dari seluruh dunia itu bisa didaparkan dan mudah diakses.
''Jumlah emitennya ribuan. DPS mengecek apakah yang di Dow Jones Islamic Indexsudah benar atau belum. Jika sudah masuk ke OJK, efek reksa dana syariah global ini sudah benar karena sudah dicek betul,'' kata Teguh usai peluncuran Schroder Global Sharia Equity Fund, Selasa (16/2).
Mengecek efek syariah luar negeri, kata Teguh, analoginya seperti memeriksa air minum kemasan yang sudah punya label halal dan dicek kembali kehalalannya oleh DPS Indonesia.
Di sisi lain, DPS akan terus pantau dan tidak melepas begitu saja. ''Sebenarnya di sana sudah bersih dan standar mereka bisa diterima,'' ungkap Teguh.