REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi masyarakat sipil Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo tidak membuat komitmen apa pun terhadap kerja sama Trans-Pasific Partnership (TPP) dalam pertemuan US-ASEAN Summit pada 15-16 Februari 2016 di Kalifornia, Amerika Serikat.
Sekelompok organisasi masyarakat sipil ini mengingatkan Jokowi tidak kembali membuat pernyataan politik yang akan merugikan Indonesia pada masa depan terkait TPP. Research and Knowledge Management Manager dari Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti mengatakan, perjanjian TPP menuai banyak protes dari berbagai masyarakat di belahan dunia, khususnya anggota TPP.
Masyarakat Indonesia, lanjutnya, menilai perjanjian TPP hanya akan lebih banyak mendulang kerugian bagi Indonesia ketimbang manfaatnya.
"Seharusnya, Presiden Jokowi lebih fokus pada keberhasilan implementasi agenda pembangunan nasional, bukan pada TPP," ujarnya di kantor IGJ, Jalan Duren Tiga Raya, Jakarta Selatan, Senin (15/2).
Ia melanjutkan, keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam menjawab persoalan pembangunan nasional masih dipertanyakan.
"Misalnya, implementasi paket kebijakan terkait peningkatan daya saing, implementasi Nawacita, strategi pencapaian 17 agenda SDGs, maupun implementasi kedaulatan pangan," lanjutnya.
IGJ bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil, seperti Indonesia Human Right for Social Justice (IHS), Aliansi Petani Indonesia (API), Serikat Petani Indonesia (SPI), Koalisi untuk Obat Murah (KOM), Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia (KPBI), dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), menyuarakan penolakannya terhadap TPP.