REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Lapindo Brantas diminta memperbarui data bawah permukaan atau subsurface apabila ingin mengebor satu sumur baru. Alasannya, data yang digunakan Lapindo sampai saat ini masih data lama.
Sejak kejadian semburan lumpur di Porong, Sidoarjo pada 2006 silam kondisi bawah permukaan cukup dinamis dan perlu diketahui apakah ada perubahan signifikan.
Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin menyebut, dengan begitu maka pihak Lapindo Brantas harus mengacak survey seismik lagi untuk memperoleh data bawah permukaan termutakhir.
Dia menilai, dengan harga minyak dunia yang rendah ini biaya kegiatan eksplorasi akan lebih murah termasuk survey seismik. Padahal, dengan luasan yang kecil biasanya sedikit kontraktor yang mau melakukan survey.
"Selama ini mereka pakai data yang lama. DEN dan SKK Migas minta data baru. Tapi seismik lagi pun kalau pakai bahan peledak juga masalah. Pakai vibroseis (alat survey seismik)," kata Naryanto, Rabu (10/2).
Lebih lanjut Naryanto mengatakan, hingga saat ini pihak Lapindo belum mendapat izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga belum meloloskan izin Lapindo untuk mengebor karena masih menunggu hasil kajian dari ITS terkait kondisi geologis terbaru di sekitar sumur yang akan dibor.
"Sebelumnya dari kabupaten memang mendukung karena gas digunakan untuk sekitar. Nah sekarang dengan harga minyak turun, apakah cost benefit ada atau nggaK nanti dilihat," kata dia.