Selasa 09 Feb 2016 18:00 WIB

Freeport Tetap Dapat Izin Ekspor Meski tak Bayar Jaminan Smelter

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di area pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.
Foto: Antara/Wahyu Putro
Sebuah truk pengangkut biji tambang beraktivitas di area pertambangan Grasberg PT Freeport, Mimika, Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia akhirnya mendapat izin ekspor konsentrat tembaga yang sudah kedaluwarsa akhir Januari lalu. Izin ini akhirnya dikantongi Freeport meski perusahaan asal AS ini menolak membayar uang jaminan pembangunan fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter sebesar 530 juta dolar AS atau setara dengan Rp 1,7 triliun.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia (PTFI) dan izin ekspor efektif mulai 9 Februari 2016. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot menjelaskan, keputusan untuk meloloskan rekomendasi izin ekspor ini lantaran Freeport bersedia membayar bea keluar sebesar lima persen yang menjadi salah satu syarat diperpanjangnya izin ekspor, di samping uang jaminan 530 juta dolar AS yang diajukan pemerintah.

"Jadi, Freeport telah respons dan dia bersedia memenuhi yang lima persen. Sedangkan, uang jaminan 530 juta dolar akan dibahas selanjutnya," kata dia di gedung DPR, Jakarta, Selasa (9/2).

Sementara itu, untuk syarat penyerahan dana pembangunan smelter di Gresik sebesar 530 juta dolar AS, masih dalam pembahasan dan akan diputuskan alternatif penyelesaiannya dalam waktu dekat.

"Kementerian, karena Freeport telah menyetujui, kemudian sudah rekomendasikan, sudah (keluar hari ini)," ungkapnya.

Izin ekspor konsentrat ini berlaku hingga enam bulan ke depan dengan kuota ekspor 1 juta ton konsentrat.

"Jadi, karena dia sudah sanggup, ya sudah, dan itu sudah sesuai dengan permenko dan permen yang ada, mereka sudah sanggup menyerahkan, tapi yang 530 juta dolar AS dan yang tidak sanggup masih terus dibicarakan," kata dia.

Sementara itu, Wakil Presiden Legal Freeport Clementino Lamury menegaskan bahwa kesepakatan untuk menyetor uang jaminan smelter akan dibahas kembali. Hal yang terpenting, kata dia, adalah komitmen untuk menuntaskan pembangunan smelter.

"Yang perlu digarisbawahi adalah terkait 530 juta dolar AS, yang terpenting adalah bagaimana kami meyakinkan pemerintah untuk membangun smelter. Dan, akhir tahun lalu, kami sudah menuntaskan kesepakatan teknis dengan vendor untuk melanjutkan pembangunan smelter," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement