REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) menyatakan, posisi cadangan devisa akhir Januari 2016 tercatat sebesar 102,1 miliar dolar AS. Menurut BI, cadangan devisa tersebut masih cukup membiayai 7,5 bulan impor atau 7,2 bulan impor dan pembayaran utang. Sementara ekonom menilai, jumlah devisa tersebut tidak mencukupi untuk membayar utang luar negeri yang bertambah.
Ekonom Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, sekitar dua atau tiga tahun yang lalu BI menyatakan punya cadangan devisa sekitar 104-105 miliar dolar AS yang cukup untuk 6 bulan impor. Padahal kewajiban utang dan kebutuhan impor itu, kata Enny, jauh sekali dibandingkan -3 tahun yang lalu.
“Sekarang dengan jumlah devisa yang sama, bagaimana mungkin. Bagaimana meyakinkan bahwa itu mencukupi, sementara kewajiban luar negeri utang dan sebagainya, termasuk kebutuhan impor itu sudah pasti meningkat,”ujar Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati saat dihubungi Republika.co.id, Senin (8/2).
Menurutnya, pemerintah menambah utang luar negeri hingga mencapai Rp 500 triliun. Sementara untuk kebutuhan impor, kata Enny, semakin meningkat, terutama impor untuk kebutuhan-kebutuhan dasar seperti impor pangan dan impor bahan. Menurutnya, cadangan devisa akan terus tergerus akibat proyek percepatan infrastruktur oleh pemerintah yang akan meningkatkan laju impor, dan berdampak pada meningkatnya utang pemerintah.
“Kalau kita tidak mampu meningkatkan ekspor ya tentu ini akan bahaya. Bahaya untuk likuiditas perekonomian,” ujarnya.
Ia menyatakan jika saat ini pasokan dari ekspor masih turun karena harga komoditas jatuh. Dalam jangka pendek, kata dia, perlu instrumen dari moneter yang bisa menarik potensi devisa hasil ekspor di luar negeri.
“Perlu instrumen agar para eksportir ini mau, karena kalau nggak dipaksa, nggak ada yang mau sukarela," ujarnya.