Kamis 04 Feb 2016 00:31 WIB

Inikah Penyebab Mahalnya Harga Daging Ayam?

Rep: Fuji E Permana/ Red: Dwi Murdaningsih
Pedagang daging ayam melayani pembeli, di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Kamis (21/1).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Pedagang daging ayam melayani pembeli, di Pasar Kosambi, Kota Bandung, Kamis (21/1).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Harga daging ayam di pasar beberapa pekan terakhir sampai saat ini melambung tinggi dan harganya jatuh di kisaran Rp 38 ribu (per kg). Padahal harga jual ayam hidup dari peternak masih di kisaran Rp 17.500 (per kg). Mahalnya harga daging ayam di pasar diduga karena mata rantai penjualan daging ayam terlalu panjang.

Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perdagangan dan Perindustrian Kota Tasikmalaya, Tantan Rustandi menjelaskan, berdasarkan hasil pengkajian sementara pihaknya, diketahui yang menyebabkan harga daging ayam mahal di pasar karena mata rantai perdagangan daging ayam terlalu panjang. Jadi dari peternak dijual ke pedagang besar, kemudian dijual kepedagang kecil. Selanjutnya ke pasar, pengecer sampai akhirnya pada konsumen.

"Dengan makin panjangnya mata rantai perdagangan maka makin mahal konsumen memperoleh harga daging ayam," ujar Tantan kepada Republika.co.id, Rabu (3/2).

Tantan menjelsakan, setiap pedagang daging ayam ada margin penjualannya. Tapi pemerintah tidak bisa ikut mengatur marginnya karena harganya ditentukan oleh mekanisme pasar. Penjualan daging ayam berbeda dengan barang dagangan yang lain seperti tabung gas tiga kilogram dan BBM. Kalau BBM dan gas dari agen langsung dijual ke pengecer dan konsumen.

Tantan mengungkapkan, pihak pemerintah tidak bisa memangkas mata rantai perdagangan daging ayam meski terlalu panjang. Sebab, jaringan penjualan daging ayam sudah terbentuk sangat lama. Alat untuk memutus mata rantainya pun tidak ada karena selama mereka saling bekerja sama, tidak ada larangan berjualan.

Tantan mengatakan, tidak ada alasan bagi pemerintah melarang pedagang besar berjualan. Regulasi untuk mengatur penjualan daging ayam pun tidak ada. Dibuatkan regulasi pun tidak bisa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement