REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi sepanjang 2015 mengalami kenaikan 17,8 persen atau Rp 545,4 triliun. Namun, realisasi investasi sektor padat karya turun 12 persen dari Rp 63,1 triliun pada 2014 menjadi Rp 55,4 triliun.
Berdasarkan data BKPM, investasi di sektor industri sepatu tercatat mengalami penurunan paling tajam yaitu sekitar 20 persen dari Rp 2,4 triliun menjadi Rp 2 triliun. Sementara investasi di sektor makanan dan minuman tercatat turun 18,4 persen dari Rp 53,4 triliun ke angka Rp 43,5 triliun.
Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan, ada banyak hambatan untuk berinvestasi dalam sektor padat karya. Masalah utamanya, adalah masalah ketersediaan lahan.
"Beberapa industri padat karya itu membutuhkan lahan dengan harga yang miring, sehingga sangat sulit bagi mereka untuk bisa realisasi," ujar Franky Sibarani di Gedung BKPM, Kamis (21/1) petang.
Akibat tidak memiliki lahan, kata Franky, sebagian besar investor padat karya memilih melakukan konstruksi di luar kawasan industri. Hal tersebut menurutnya malah akan membawa masalah baru. Sebab, lahan yang dibutuhkan berseberangan dengan Rancangan Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang diterapkan oleh masing-masing pemerintah daerah.
"Masalah ini yang akan kami coba fasilitasi. Ini pekerjaan rumah yang perlu kami selesaikan segera," jelasnya.
Selain masalah lahan, lanjut Franky, terhambatnya realisasi investasi padat karya juga disebabkan oleh masalah tenaga kerja. Sebab, dibutuhkan wilayah dengan tenaga kerja yang banyak serta upah yang rendah agar investor mau merealisasikan investasinya.
"Beberapa investor mengaku sulit mendapatkan tenaga kerja. Karena kadang mereka jarang menemukan wilayah yang memiliki tenaga kerja banyak dengan upah rendah,"tukasnya.
Sementara itu, BKPM mencatat realisasi investasi sepanjang tahun 2015 dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 1.435.711 orang, naik 0,3 persen dari tahun sebelumnya yang sebanyak 1.430.846 orang.