Selasa 19 Jan 2016 02:10 WIB

Pemerintah Dinilai Belum Memuliakan Petani

Rep: Sonia Fitri/ Red: Winda Destiana Putri
Petani
Foto: Andika Betha/Antara
Petani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan petani nasional masih dianggap sebagai ajang proyek pemerintah untuk menghabiskan anggaran.

Pendekatan sentralistik dalam memberikan bantuan ke petani justru malah menyusahkan petani, di samping juga tidak tepat sasaran.

Oleh karena itu, kalangan petani, dipelopori oleh Ikatan Pengendalo Hama Terpadu (IPPHT) serta Asosiasi Petani dan Nelayan Nusantara (ASTANNU) berinisiatif menggalang Gerakan Petani Nusantara (GPN) dan rembugan petani nusantara.

"Kita ingin kompak berseru, agar petani bersatu menghadapi tantangan 2016 yang beragam, dengan atau tanpa pemerintah," kata koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah dalam acara diskusi tentang pencapaian kedaulatan pangan pada Senin (18/1).

Acara tersebut akan dilanjutkan dengan penyelenggaraan kegiatan Rembugan Petani Nusantara dan pameran teknologi petani bertema Petani Nusantara Berseru: “Pertanian yang Memuliakan Petani, Jalan Lurus Mewujudkan Nawacita" pada 19-21 Januari 2016 di Balai Diklat Kementerian Pertanian Ciawi. Rencananya, acara akan melibatkan sedikitnya 200 petani Iaki-laki dan perempuan dari 112 kabupaten.

Petani, lanjut dia, belum dimuliakan hingga saat ini. Termasuk di era setahun pemerintahan Jokowi-JK. "Program Upsus tidak kentara hasilnya, sementara impor bahan pangan masih terus dilakukan," lanjutnya. Di sisi lain, petani juga masih bergelut dengan kemiskinan.

Ia menguraikan, kemiskinan di pedesaan jauh lebih tinggi yakni 14.7 persen dibandingkan di perkotaan yang hanya 8,34 persen. Padahal, penduduk miskin di pedesaan mayoritas adalah petani. Tak hanya dalam hal jumlah, dari tingkat keparahan dan kedalaman kemiskinan di pedesaan juga lebih tinggi dibandingkan di perkotaan.

Kedalaman kemiskinan di pedesaan 2,26 persen sementara di perkotaan hanya 1,25 persen. Adapun keparahan kemiskinan di pedesaan 0,57 persen sedangkan di perkotaan 0,31 persen.

Menghadapi situasi tersebut, petani harus bersatu dan segera bergerak. Jika tak bisa mengandalkan pemerintah, petani sendirilah yang harus kuat dan menyusun strategi agar produksi pangan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan petani itu sendiri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement