REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah tertekan cukup dalam pascateror ledakan di kompleks Sarinah, Jakarta Pusat, Kamis (14/1). Rupiah hampir menyentuh Rp 14.000 per dolar AS setelah insiden tersebut.
Menurut data Bloomberg, perdagangan rupiah dibuka di level Rp 13.857 per dolar AS pada Kamis. Sebelum ledakan pertama sekitar pukul 10.00 WIB, rupiah masih di posisi Rp 13.875 per dolar AS. Pascaledakan tersebut, rupiah menyentuh Rp 13.981 per dolar AS sekitar pukul 11.15 WIB. Pada perdagangan Rabu (13/1), rupiah ditutup di level Rp 13.835 per dolar AS.
Sementara menurut kurs referensi JISDOR Bank Indonesia, kurs tengah rupiah ditetapkan di level Rp 13.877 per dolar AS pada Kamis, sedikit melemah dibandingkan Rabu di level Rp 13.861 per dolar AS.
Ekonom KENTA Institute, Eric Sugandi menyatakan, pasar finansial terpengaruh dalam jangka sangat pendek (sehari atau dua hari). Sebab, persepsi investor terhadap stabilitas keamanan bisa menjadi negatif. Dia meminta pemerintah bisa menangani insiden tersebut dengan cepat, sehingga financial market dan rupiah akan normal kembali dalam beberapa hari ke depan.
"Pemerintah harus sigap menangani ini. Semakin cepat penanganannya, dampak negatif kejadian ini terhadap ekonomi semakin bisa diminimalisasi," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis siang. (Suasana di Sekitar Lokasi Ledakan Sarinah Masih Mencekam).
Meski investasi jangka pendek sangat terpengaruh, menurutnya, investasi jangka panjang tidak terpengaruh. Asalkan pemerintah bisa memulihkan situasi keamanan dengan cepat.
Di samping faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap rupiah, faktor domestik khususnya stabilitas keamanan juga sangat berdampak, tergantung apa faktor domestiknya. Terlebih, jika instabilitas keamanan yang berpotensi menggoyang keberlangsungan pemerintahan akan besar dampaknya. Faktor eksternal antara lain ekonomi Cina, kebijakan di AS, dan harga komoditas.