Kamis 24 Dec 2015 12:13 WIB

Ingin Jadi Negara Maju, Indonesia Harus Miliki Dua Persen Pengusaha

Rep: dyah ratna meta novia/ Red: Teguh Firmansyah
Pengusaha sambal Roa Judes;Rima Y Wardani
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Pengusaha sambal Roa Judes;Rima Y Wardani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Prof Edy Suandi Hamid mengatakan, kompetensi keilmuan atau  hard skills yang dimiliki lulusan perguruan tinggi  tidak cukup untuk menghadapi persaingan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

"Maka jadi keharusan bagi para sarjana untuk memposisikan diri sebagai sarjana yang mampu berpikir secara intelektual dengan baik. Berani dalam menyongsong dunia kerja berlandaskan pada bekal keterampilan yang telah diperoleh selama duduk di bangku kuliah," katanya  dalam acara Wisuda Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, Rabu, (23/12)

Dalam menghadapi dunia kerja, sarjana tidak harus melamar menjadi tenaga kerja. Namun bisa dengan menjadi entrepreneur atau pengusaha. Ini, terang Edy, bukan tanpa alasan. Menjadi pengusaha berkontribusi dalam pembangunan bangsa dan memiliki nilai mulia menciptakan lapangan kerja.

"Menjadi pengusaha merupakan  bentuk kontribusi nyata bagi bangsa Indonesia mengingat sejauh ini jumlah pengusaha atau entrepreneur masih sangat sedikit. Pada  2013 jumlah wirausaha di Indonesia hanya 570.339 orang atau 0,24 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 250 juta," ujarnya.

Padahal untuk jadi bangsa maju, dibutuhkan wirausaha minimal dua persen dari jumlah penduduk. "Malaysia dan  SIngapura jumlah pengusahanya telah mencapai di atas dua peren."

Oleh karena itu Indonesia harus meningkatkan jumlah pengusahannya. Lulusan perguruan tinggi harus berpikir menciptakan lapangan kerja bukan hanya mengandalkan selembar ijazah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement