REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan proses pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dimulai sebelum tahun anggaran dimulai termasuk pengadaan 2016 yang dapat dilakukan 2015.
"Namun untuk penandatanganan kontrak baru dapat dilakukan setelah daftar isian pelaksanaan anggaran atau DIPA disahkan dan berlaku efektif," kata Menkeu di Istana Negara Jakarta, Senin (14/12).
Menkeu menyebutkan dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan APBN perlu dilakukan percepatan pelaksanaan proyek tahun 2016 terutama untuk proyek infrastruktur dan pengadaan barang/jasa skala besar. "Pendanaan untuk proses pengadaan itu dapat dibebankan pada anggaran tahun berjalan dengan memanfaatkan hasil optimalisasi sisa lelang dan swakelola," katanya.
Untuk kelancaran kegiatan lelang, penunjukan kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) tahun anggaran lalu masih tetap berlaku sejauh belum dilakukan penggantian pejabat dimaksud.
"Jika hal itu dilaksanakan secara konsisten maka pola penyerapan anggaran yang menumpuk di akhir tahun dapat diminimalkan," katanya.
Menkeu menjelaskan penerbitan DIPA 2016 merupakan tahap terakhir dari proses penyusunan APBN 2016. DIPA 2016 disusun berdasarkan Perpres Nomor 137 Tahun 2015 tentang Rincian APBN 2016 sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN 2016.
Presiden Jokowi pada Senin (14/12), menyerahkan DIPA kepada kementerian/lembaga sebanyak 22.965 DIPA dengan nilai Rp 784,1 triliun terdiri atas DIPA kantor pusat berjumlah 2.249 DIPA senilai Rp 523,9 triliun dan untuk satuan kerja di daerah meliputi kantor vertikal, dekonsentrsi, tugas pembantuan dan urusan bersama sejumlah 20.716 DIPA dengan nilai Rp 260,8 triliun.
Sementara untuk DIPA dana transfer dan Dana Desa merupakan DIPA bagian anggaran DIPA Bendahara Umum Negara (BUN) sebagai dasar penyaluran dana ke daerah dan dana desa kepada daerah.
Anggaran transfer ke daerah dan Dana Desa 2016 ditetapkan sebesar Rp 770,2 triliun terdiri atas Dana Perimbangan Rp 700,4 triliun, dana insentif daerah Rp 5 triliun, dana Keistimewaan Yogyakarta Rp 17,8 triliun, dan dana desa Rp 47 triliun. "Jumlah ini termasuk bagian anggaran belanja KL yang telah dialihkan ke dana alokasi khusus atau DAK dalam rangka mengoptimalkan dan menyelaraskan desentralisasi fiskal," katanya.