Jumat 04 Dec 2015 23:41 WIB

Pengamat: Diskon Pajak Karyawan Ngak Nendang

Rep: Satria Kartika Yudha/ Red: M Akbar
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu, Jakarta, Rabu (2/12).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pegawai pajak menerima Surat Pemberitahuan (SPT) pajak dari wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Menteng Satu, Jakarta, Rabu (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo menilai diskon pajak penghasilan bagi karyawan industri padat karya kurang greget. Pengurangan pajak penghasilan ini merupakan salah satu insentif yang dikeluarkan pemerintah dalam paket kebijakan jilid VII.

"Dari konsep dan cara berpikir sudah benar. Tapi, efeknya kurang nendang," kata Yustinus kepada Republika.co.id, Jumat (4/12).

Dalam pengumuman paket kebijakan jilid VII di Istana Negara, Jumat (4/12) sore, pemerintah memberikan diskon pajak sebesar 50 persen untuk karyawan industri padat karya yang memiliki gaji maksimal Rp 50 juta per tahun.

Yustinus menjelaskan, dengan penghasilan Rp 50 juta per tahun dan dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) Rp 36 juta serta tarif PPh 21 sebesar lima persen, maka pajak yang seharusnya dibayarkan adalah Rp 700 ribu per tahun.

Dengan adanya potongan 50 persen, berarti seorang karyawan dapat tambahan pendapatan Rp 350 ribu per tahun. "Kalau sebulan, tambahan pendapatan karyawan dari diskon pajak ini hanya Rp 30 ribu," ujarnya.

Yustinus tadinya mengira pemerintah akan menanggung 100 persen pajak penghasilan karyawan untuk kriteria tertentu. Namun, ia menyadari pemerintah harus mempertimbangkan defisit serta potensi kehilangan penerimaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement