REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tembakau merupakan salah satu komoditas strategis nasional, yakni penyumbang pemasukan terbesar ketiga negara lewat pintu cukai. Pada 2014, besar pemasukan rokok lewat cukai Rp 112,54 triliun. Namun, perkembangan komoditas tersebut dinilai masih kurang optimal mengingat jumlah produksi tembakau belum dapat mencukupi keseluruhan permintaan industri. Alhasil, impor tembakau pun terus meningkat.
"Tapi tembakau jadi komoditas yang galau, karena di sisi lain, sejumlah kelompok menginginkan produksinya sebagai bahan baku rokok dibatasi karena dinilai merusak kesehatan," kata Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Gamal Nasir dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk "Masa Depan Komoditas Tembakau Dalam Badai Regulasi", Senin (1/12).
Gamal menguraikan, komoditas tembakau sudah dipandang gagah bahkan jadi primadona sejak zaman kolonial. Setelah kemerdekaan tembakau juga menjadi salah satu andalan komoditas unggulan Pemerintah Indonesia dan mempunyai peran strategis sebagai sumber pendapatan masyarakat, penerimaan negara melalui cukai, penerimaan devisa melalui ekspor, penyedia lapangan kerja, dan penyedia bahan baku industri.
Dari sisi hukum, kata dia, terdapat Undang-Undang nomor 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, pada Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan jenis pembudidayaannya.
Hal tersebut dipertegas dengan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan Penjelasan Pasal 52, yang menyatakan, pengembangan komoditas perkebunan strategis adalah komoditas Perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup antara lain tanaman tembakau. Jadi tidak ada larangan untuk membudidayakannya.
Di sisi lain, terdapat Undang-Undang No 36/2009 tentang Kesehatan yang dijabarkan dengan Peraturan Pemerintah No 109/2012 tentang Pengamanan Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta keinginan kelompok yang pro kesehatan agar Indonesia meratifikasi FCTC. Ia lantas menimbulkan pro dan kontra terhadap nasib tembakau Indonesia khususnya yang terkait dengan industri rokok, tentunya perlu disikapi secara bijaksana.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementan berupaya agar terjadi keseimbangan antara pasokan dan permintaan tembakau. "Bagi jenis tembakau tertentu yang pasarnya sudah jenuh, pengembangannya dibatasi, sedangkan yang pasarnya tersedia pengembangannya dipacu agar dapat mengurangi impor," katanya.
Selain itu, diarahkan pula perluasan lahan ke daerah spesifik lokasi yang diminati pabrik rokok dan pasar ekspor serta diarahkan pada peningkatan produktivitas dan mutu.
Kementerian juga melakukan pengembangan varietas tembakau yang rendah nikotin, pengembangan teknologi spesifik lokasi yang ramah lingkungan, juga pengembangan diversifikasi produk pemanfaatan tembakau antara lain untuk pestisida nabati, farmasi, dan lain-lain didukung riset yang memadai. Selanjutnya, Kebijakan SDM diarahkan agar petani dapat menguasai dan mampu menerapkan teknologi yang telah dikembangkan tersebut.